Takdir bag 38 by Tahniat. Jalal menghentikan mobilnya di bahu jalan. Jodha menatapnya dengan was-was. Jalal balas menatap Jodha dengan tatapan menyelidik dan bertanya, “apa yang dikatakannya?” Jodha menatap Jalal dengan heran, “maksudmu?” Jalal mengulang pertanyaanya, “apa yang di katakan Benazir?” Jodha coba bersilat lidah, “apakah itu penting?” Jalal menyentuh pundak Jodha dan mengoyangnya dengan tidak sabar, “Jodha apa yang di katakannya?” Jodha binggung, “dia…” Jodha tak tahu harus berkata apa. Jalal dengan tidak sabar bertanya, “apakah dia mengatakan kalau dia bercinta denganku?” Jodha terhenyak, dengan gugup dia bertanya, “apakah kau…kau…” Wajah Jodha pucat, dia terpikir, “jadi itu maksud Benazir tentang sesuatu yang dilakukannya bersama Jalal yang tidak akan pernah terlupakan.” Melihat wajah Jodha yang pucat, Jalal punya firasat buruk. Dia menyentuh tangan Jodha lembut, “Jodha..kau percaya padanya?” Jodha teringat insiden malam itu ketika Jalal marah-marah karena di cemburui olehnya. Untuk bermain aman, Jodha bertanya, “apakah itu benar?” Melihat tatapan penuh rasa ingin tahu dari Jodha, Jalal menggeleng dan berkata, “tidak! Tidak terjadi hal seperti itu. Aku hanya mencarikan hotel untuknya dan mengajaknya makan malam. Itu saja.” Jodha tidak tahu harus mempercayai siapa. Tapi dari pada ribut-ribut di tengah jalan dan membuat jalal marah, Jodha mengangguk dan berkata lembut, “aku percaya padamu! Bisa kita pulang sekarang?” Jalal menatap Jodha dengan tatapan tidak percaya melihat Jodha dengan mudah mau menerima penjelasannya. Padahal biasanya, dia akan membantah dan bersikeras dengan pendapatnya. Tapi Jalal juga tak mau memperbesar masalah. Dia mengangguk, meraih kepala Jodha dan mencium keningnya.
Sampai di rumah, Jodha dan Jalal langsung masuk ke kamar masing-masing. Sebelum tidur Jodha mandi dulu. Mandinya lama, sampai-sampai Jalal yang sudah siap di tempat tidur, gelisah menunggunya. Seperti biasa, sifat lupa Jodha adalah keberuntungan Jalal. Dia lupa membawa baju ganti, jadi dia keluar kamar mandi sambil berbalutkan handuk saja. Dan dia sama sekali tak menyangka kalau Jalal sedang menunggunya. Maka terjadilah apa yang memang seharusnya terjadi. Jodha terlihat enggan. Tapi Jalal sudah menghampirinya dan menghimpitnya di depan pintu lemari. Jodha memengang lipatan handuknya di depan dada dengan kedua tanganya ketika Jalal mendaratkan ciuman penuh gairah kebibirnya. Lalu bibir jalal seinci demi seinci begerak menelusuri kulit lembut dan harus Jodha, merambat ke leher, meninggalkan bekas kemerahan lalu turun ke tulang selangka yang membuat tubuh Jodha bergetar menahan gairah. Tapi ketika Jalal hendak merenggut lepas handuk yang membalut tubuhnya, Jodha menepis tangannya dan mendorong tubuh Jalal. Dengan gesit dia melepaskan diri dari himpitan jalal. Tapi sayang, kurang cepat. Jalal berhasil memeluk tubuh Jodha dari belakang dan mendorongnya hingga jatuh ke tempat tidur. Tubuh Jodha jatuh ke tempat tidur tapi handuknya tertinggal ditangan Jalal. Jalal menyerigai dengan tatapan mengoda. Wajah Jodha memerah menahan malu. Jodha cepat-cepat menarik selimut dan membungkus tubunya dengan rapat hingga hanya kepalanya saja yang terlihat. Seulas senyum tersipu sedikit menantang terukir di bibirnya. Tanpa membuang waktu lagi, Jalal segera melepas semua yang mambalut tubuhnya. Melihat itu, Jodha memalingkan muka. Tapi dia tidak bisa berpaling lagi ketika Jalal kemudian menyusup di bawah selimut yang sama denganya.
Keesokan harinya, Jalal memaksa Jodha kembali ke kantor bersamanya. Begitu pula, esok setelah esok dan lusa setelah lusa. Semakin hari tanggung jawab Jodha semakin melimpah. Kecuali ada meeting, tidak sedetikpun Jalal membiarkan Jodha lepas dari pengawasannya. Sifat protektifnya itu membuat Jodha gerah. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. Karena walaupun sudah tahu kalau Jodha istri atasannya, beberapa pasang mata karyawan masih juga ada yang menatap Jodha dengan tatapan yang tidak sopan.
Siang itu, Jalal sedang menemui mitra kerjanya. Jodha sedang sibuk dengan proposal dan file-file yang harus di bacanya, ketika ponselnya berbunyi. Jodha melihat siapa pemanggilnya, nama Rekha tertera di sana. Jodha segera mengangkatnya. Tiba-tiba raut wajah Jodha terlihat cemas. Tanpa membuang waktu lagi dia segera mengambil tas tanganya dan bergegas keluar dari kantor Jalal. Karina, sekretaris Jalal yang melihatnya segera berlari mencegat, “Mrs Jalal, anda mau kemana? Mr Jalal melarang anda keluar dari ruangan.” Jodha dengan gugup berkata, “sorry karina, aku ada urusan penting dan darurat. Katakan pada mister kalau aku keluar sebentar.” Karina tidak membiarkan begitu saja, dia meraih pergelangan tangan Jodha, “jangan bu, nanti mister marah. Dia pasti akan memarahi saya.” Jodha menepis pegangan Karina dengan lembut, “tidak apa-apa, Karina. Aku akan menelponya sambil jalan. Dia tidak akan memarahimu. Maafkan aku, tapi harus pergi.” Karina tidak percaya kata-kata Jodha. Tapi dia tidak bisa menahannya. Karina tahu, dia pasti akan kena marah. Dia tahu sifat Jalal, dan apa yang akan dilakukannya kalau perintahnya di langgar.
Melalui Lift dewan direksi, Jodha turun ke lobby. Dia meminta satpam memanggilkannya taksi. Setelah taksi datang, tanpa membuang waktu lagi Jodha segera berlari masuk dan minta di antar ke rumah sakit Indraprasta Apollo. Sesampai di lobby rumah sakit, Rekha sudah menunggunya. Rekha membawa Jodha ke sebuah kamar rumah sakit di mana Ranvir dengan tatapan hampa sedang berbaring.
Dengan cemas dan prihatin, Jodha bertanya, “apa yang terjadi padanya?” Rekha dengan ragu-ragu menjawab, “kau jangan kaget dulu kalau ku beri tahu. Ranvir mengalami depresi…” Rekha menjelaskan secara detail apa yang terjadi pada Ranvir pada Jodha. Jodha sangat shock saat tahu kondisi Ranvir yang sedemikian rupa adalah kerana perbuatan Jalal. Tapi Jodha mencoba untuk berpikir tenang. Dengan penuh kesedihan, Jodha mendekati ranvir dan menyentuh tanganya, tapi tidak ada reaksi. Tatapan Ranvir terlihat kosong, wajahnya pucat dan …. Tak tahan melihat kondisi bekas kekasihnya, Jodha menitikan air mata. Rekha menenangkannya.
DDalam hati kecilnya, dia tidak yakin Jalal bisa berbuat seperti itu. Tapi penjelasan Rekha sangat masuk akal. Dan lagi Jodha masih ingat kalau Jalal pernah menyebut nama Ranvir. Dari mana dan bagaimana Jalal bisa mengenal Ranvir hanya Jalal yang bisa menjawabnya. Dan Jodha pasti akan bertanya padanya.. untuk mengetahui kebenaranya.
Di kantor Singhania Corp, Jalal sendag marah-marah pada sekretarisnya karena membiarkan Jodha pergi dari ruangannya dan tidak tahu dia pergi kemana. Wajahnya terlihat cemas, kesal dan geram. Karina dan beberapa satpam berdiri menunduk di depan Jalal tak berani menatapnya. Kata Jalal, “percayalah, kalau sampai terjadi sesuatu padanya, kalian semua akan ku buat menderita. Kalian…..” Belum juga Jalal menyelesaikan kalimatnya, Jodha masuk ke ruangan jalal dengan wajah gundah. Diaamenyuruh semua orang pergi. Jalal segera menghampiri Jodha dengan lega dan sedikit marah. Sebelum jalal berkata- apa-apa, Jodha lebih dulu bertanya padanya, “apa yang kau lakukan pada Ranvir?” Takdir bag 39