Takdir bag 43 by Tahniat. Keesokan paginya, Jalal masih harus menghadiri pertemuan lagi. Dia memaksa Jodha ikut dengannya ke tempat meeting. Tapi Jodha menolak. Kata Jodha, “aku akan diam di kamar dan tidak akan keluar-keluar sampai kau datang.” Jalal mengeleng, “tidak! Kau harus ikut aku. Ini bukan hanya tentang mu, tapi juga tentang aku. Kau bisa jadi aman diam di dalam kamar, tapi aku tidak akan tenang memikirkan kemungkinan yang bisa terjadi padamu. Aku tidak percaya dengan staff di hotel ini. Aku merasakan ada keganjilan pada insiden penculikanmu kemarin. Bagaimana mungkin dua orang tak di kenal, bukan tamu hotel bisa bebas berkeliaran dan tahu dikamar nomor berapa kita menginap. Tidak mungkin tidak, pasti ada orang dalam yang terlibat dan menjadi informannya. Aku juga penasaran dengan tujuan mereka melakukan tindakan itu.” Jalal mendekati Jodha yang duduk depan meja rias. Jalal memegang bahu Jodha dan mencium ubun-ubunnya sambil berkata dengan nada memohon, “jadi aku mohon…ikutlah denganku. Hmm..” Jodha akhirnya mengangguk.
Jalal berpakaian rapi lengkap dengan jas dan dasi sedangkan Jodha berpakaian casual, sebuah celana Jeans di padu dengan kemeja polka dot legan panjang yang tersembunyi di balik sweater tebal yang di pakainya. Sebelum pergi Jodha bertanya, “tidak apa bukan aku berpakaian seperti ini?” Jalal mengamati Jodha dari ujung kepala sampai ujung kaki. Rambutnya yang tergerai lepas meski terlihat memukau tapi terlihat sedikit menganggu Jalal. Jalal memberi isyarat dengan jari meminta Jodha menunggu. Jalal pergi mengambil kupluk traveling berwarna hitam dengan logo adidas dan memasangkannya ke kepala Jodha. Jodha terlihat lebih imut setelah mengenakan kupluk itu, Jalal menjadi gemas dan mengecup bibirnya cepat. Jodha tersipu. Jalal melihat kebawah, menatap sepatu Jodha dengan tatapa tidak suka. Walaupun terkesan santai tapi sepatu sneaker benar-benar merusak penampilan Jodha. Jalal menahan diri untuk tidak berkomentar. Jodha pun tidak bertanya.
Begitu keluar dari lift, Jalal tidak segera menuju ke pintu keluar tapi dia membawa Jodha ke salah satu toko yang berderet di dekat pintu masuk hotel. Setelah masuk kedalam, Jodha baru tahu kalau itu adalah sebuah toko sepatu. Jalal seperti tahu apa yang di carinya. Tanpa mengajak Jodha bersamanya dia mengambil sepatu boots wanita berbahan dasar kulit berwarna coklat. Dia menyuruh Jodha mengenakan sepatu boots itu dan tersenyum puas. Setelah membayar harga sepatu dan menitipkan sneaker Jodha pada penjaga toko, Jalal segera mengandeng tangan Jodha menunju ke Jeep wrangler yang sudah menantinya.
Setelah jeep melaju membelah jalan raya Simla, Jodha baru bertanya, “kita akan kemana?” Jalal menjawab, “kita akan pergi ke perkebunan apel di luar Simla.” Jodha menatap heran, “bukankah kau seharusnya menghadiri pertemuan?” Jalal mengangguk, “benar, sekarang kita sedang menuju ke sana. ~seperti mengerti apa yang di pikirkan Jodha, jalal tersenyum~ Pertemuan itu antara aku dan para petani apel. Aku ingin memperbaharui kerja sama dengan para petani yang akan menguntungkan kedua belah pihak ..menurutku.. jika kesepakatan di setujui. Aku harap mereka akan menyetujuinya hari ini.” Jodha penasaran, “kesepakatan tentang apa?” Jalal dengan pandangan yang masih fokus ke jalan menjawab, “kerja sama. Aku ingin para petani menjual hasil panennya langsung pada kami. Tanpa melalui perantara. Aku sudah memikirkan hal ini sejak lama. Dan staff ku di Simla baru berhasil merealisasikan ide itu beberapa hari yang lalu. Tapi petani mengajukan syarat, mereka ingin bertemu dan mendengar tawaran itu langsung dariku. Karena ada satu hal penting yang menjadi ketakutan mereka, yaitu masalah harga. Mereka ingin mendapat jaminan bahwa mereka tidak akan di rugikan dan mengalami kerugian karena selisih harga jual yang mungkin ada jika mereka jual langung ke pasaran melalui pihak ketiga ataupun pada kami secara langsung.” Jodha mengendikan bahu denga raut wajah tidak mengerti. Jalal tertawa, “kau akan tahu sendiri nanti…”
Pertemuan itu berlangsung denga tertib. Setiap pertanyaan yang di ajukan mendapat jawaban yang sepadan. Jalal menyuruh duduk Jodha duduk di sampingnya. Sedangkan para petani yang sebagian besar para pria tua dan separuh baya duduk di hadapan mereka. Beberapa dari mereka mencuri-curi pandang ke arah Jodha. Tapi sepanjang pertemuan berlangsung Jodha lebih banyak menundukan kepala dan menyibukan diri dengan gadgetnya. Para staf ahli yang di mensupport Jalal, beberapa diantara mereka adalah wanita. Dan mereka duduk di samping Jodha. Sehingga Jodha merasa sedikit lega. Setelah melalui sedikit perdebatan, pihak petani meminta di beri waktu satu hari lagi untuk memikirkan apakah mereka akan menerima atau menyetujui tawaran perusahaan Jalal. Jalal tanpa rasa keberatan sedikitpun, menyetujui keinginan mereka.
Setelah memberi briefing singkat pada staffnya, Jalal menghampiri Jodha dan mengandeng tangannya. Dengan ceria dia berkata, “Mrs Jalal, hari ini aku akan menjadi guide pribadimu. Kita akan pergi ke scandal point…” Jodha tanpa bertanya menurut saja. Jalal membawa jeep nya hanya sampai ke tempat parkir saja, dan untuk sampai ke scandal point yang letaknya di atas, mereka melanjutkan dengan berjalan kaki. Jalan sepanjang Mall Road sangat bersih dan rapi, bebas kendaraan bermotor dan pedangan kaki lima. Bahkan tangga-tanganya di buat sedemikian rupa, sehingga aman untuk di daki. Sebelum tiba ke scandal point, Jalal mengajak Jodha mampir ke town hall, tapi sekali lagi saat di ajak berbelanja, Jodha menolak dan kalaupun ada yang ingin di beli, dia bilang akan membeli saat perjalanan pulang nanti. Jalal tidak bertanya lagi, dia tahu, saat di Kuala lumpur dulu, Jodha juga enggan berbelanja. Dan ingin dia menggandeng tangannya saja.
Jalal membawa Jodha ke best spot yang ada di scandal point. Tempat itu merupakan titik tertinggi di scandal point, dari sana, Jalal menunjukan indahnya pemadangan Himalaya yang putih berkilau tertutup salju pada Jodha. Ditepi tebing ada sebuah pohon Bodhi tua yang lebat daunnya. Jalal mengajak Jodha berdiri di tepi tembok pembatas tebing. Jodha menolak, Jalal menyakinkan kalau tempat itu aman. Melihat Jodha enggan, Jalal segera merengkuh tubuh Jodha, membawa nya ke tepi tembok tebing dan mendekap tubuhnya dari belakang. Jalal berbisik di telinga Jodha, “lihatlah…tidak ada tempat seindah tempat ini di India, setiap kali ke sini, aku berharap bisa tinggal dan memiliki rumah di sini. Kau lihat titik hitam diatas tebing itu? ~Jalal menujuk sebuah titik di kaki himalaya yang berwarna lebih gelap dari daerah sekitarnya~ Aku pernah kesana.”
Sambil menatap keindahan Himalaya, Jalal bercerita banyak tentang dirinya. Tentang keluarganya, tentang hidupnya, tentang peristiwa-peristiwa tak menyenangkan yang pernah di alaminya juga tentang adiknya. Ada rasa haru menyusup kedalam hati Jodha saat mendengar ceritanya. Kini sedikit banyak Jodha tahu, Jalal tidak seperti yang di sangka nya selama ini. Jalal pria yang lembut dan perasa, itu kesan yang di dapat Jodha. Jodha merenggangkan dekapan Jalal ditubuhnya dan berbalik menghadap Jalal. Jodha mendongak menatap Jalal, Jalal balas menatap Jodha. Jodha melihat butiran air bening menggantung di sudut matanya. Dengan penuh kasih sayang, Jodha mengusap butiran bening itu. Jalal yang terlihat malu karena kepergok menitikan air mata, membuang tatapannya ke tempat lain. Melihat itu, Jodha menangkupkan tangannya di kedua pipi Jalal dan memaksa Jalal menatap kearahnya. Lalu sambil sedikit berjinjit, Jodha mencium pipi Jalal. Jalal membalas mencium Jodha, bukan di pipi tapi di bibirnya, dengan lembut dan lama. Bukan mengulum tapi hanya menempelkan saja, seperti coba mencuri kehangatan dari bibir Jodha yang membara . Tiba-tiba terdengar suara deheman di belakang mereka. Jalal segera menarik wajahnya dan menoleh kebelakang. Jodha ikut mengintip ke belakang punggung jalal. Seorang pria tua menatap mereka dengan tatapan jenaka dan senyum mengoda. Jodha menyembunyikan wajahnya yang memerah menahan malu di dada Jalal. Jalal memeluk erat tubuh Jodha sambil tertawa.
Ketika matahari telah tergelincir di ufuk barat, Jalal dan Jodha kembali di hotel. Jalal menyerahkan kunci Jeep Wrangler pada petugas parkir. Dengan tangan penuh tas belanjaan dan tawa sumringah, Jodha dan Jalal berjalan beriringan menuju ke lift. Tapi belum juga pintu lift terbuka, manager yang kemarin membantu Jalal membuka pintu kamarnya, datang menghampiri bersama dua orang polisi. Dengan tatapan heran Jalal bertanya, “ada apa Akshay? Apakah pelakunya sudah tertangkap?” Akshay terlihat sedikit nervous, dengan gugup dia memperkenalkan kedua polisi itu pada Jalal, “Ini inspektur Vijay dan inspektur Suresh yang menyelidiki kasus kemarin.” Jalal menjabat tangan kedua polisi tersebut. Inspektur Vijay berkata, “jika anda tidak keberatan, Mr Jalal, kami membutuhkan keterangan dari istri anda dan anda tentang ciri-ciri dari si pelaku.” Jalal tentu saja keberatan, “bukankah kalian bisa melihatnya dari rekaman CCTV?” Akshay dengan rasa bersalah meminta maaf dan berkata, “maaf, Mister. Rekaman CCTV sepertinya telah di hapus secara sengaja. Tapi kami belum tahu oleh siapa.” Jalal dengan gusar berteriak marah, “apa?!” Takdir bag 44