Takdir bag 49 by Tahniat. Di dalam taksi yang membawanya entah kemana, Jodha menangis sedih. Untungnya sopir taksi bukan orang yang perduli. Dia bahkan tidak menoleh melihat penumpangnya terisak sedih. Pandanganya tetap fokus ke depan. Jodha menangis sepuas-puasnya dengan isak setengah di tahan. Jodha teringat semua yang di katakan Jalal semalam, saat keduanya berbaring di tempat tidur sambil berpelukan. Jalal mengatakan kalau hanya ada satu wanita yang di cintai Jalal selain dirinya. Tidak ada wanita lain yang di inginkannya selain Jodha. Hanya Jodha. Itu kata Jalal. Jalal berkali –kali meminta Jodha hadir di acara akad nikahnya, dan bahkan mencoba menyakinkan kalau akad nikah tidak akan di lakukan tanpa kehadiran Jodha. Dia kini pergi, dan tidak mungkin hadir di sana. Jodha bertanya-tanya dalam hati, “apakah Jalal akan membatalkan pernikahannya?”
Apakah pernikahan akan di batalkan? Bukan hanya pertanyaan yang ada dalam hati Jodha. Tapi juga ada dalam hati Jalal. Dia telah berjanji akad nikah tidak akan di lakukan sebelum Jodha datang. Dan Jodha tidak kunjung datang. Para undangan yang hadir terlihat mulai tidak sabar. Mulavi shahab telah beberapa kali meminta agar akad nikah segera di lalukan, tapi Jalal menolak dengan alasan istrinya belum datang. Ruq sudah kelihatan kesal tapi mencoba untuk bersabar, “aku harus bersabar, sebentar lagi, aku akan menjadi nyonya Jalal. Setelah itu aku akan membalas perbuatan Jodha karena telah membuatku menunggu lama..” Beberapa orang menyarankan Jalal agar menelpon Jodha. Tapi Jalal menolak, dia ingin memberi Jodha lebih banyak waktu untuk dirinya sebelum merenggut kebahagiaanya. Tapi setelah hampir siang menjelang, Jodha tak kunjung tiba, dan Mulavi shahab mulai marah-marah, Jalal akhirnya mau Juga menelpon Jodha. Berkali-kali di telpon jawabanya tetap sama, nomor tidak aktif. Jalal akhirnya menelpon kerumah, moti yang mengangkatnya. Jalal bertanya di mana Jodha? Dari seberang sana, Moti dengan terisak sedih mengatakan kalau Jodha sudah pergi. Jalal tidak seberapa mengerti apa yang di maksud oleh moti denga mengatakan Jodha pergi. Tapi isak Moti sudah membuat Jalal panik. Dia punya firasat sesuatu telah terjadi pada Jodha.
Jalal sudah hendak melangkah pergi ketika Ruq berdiri dan meraih tanganya, “kau mau kemana?” Jalal dengan terbata-bata memberitahu Ruq, “sesuatu sepertinya sedang terjadi pada Jodha. Moti terdengar sedih. Aku harus pulang untuk melihatnya.” Ruq melarang, “Tidak! Kita harus melangsungkan akad nikah dulu, baru kau boleh pergi.” Jalal menatap Ruq memohon pengertian, “aku telah berjanji pada Jodha tidak akan melakukan akad nikah tanpa kehadirannya. Jadi kumohon mengertilah. Akan kubawa Jodha kemari, lalu kita lanjutkan upacaranya.” Ruq dengan suara pelan mengancam Jalal, “kalau kau tidak menikahiku sekarang, aku akan menggugurkan bayi ini, Jalal!” Sedang panik memikirkan Jodha, lali di ancam begitu rupa, Jalal menjadi marah. Tanpa berpikir Jalal berkata, “terserah padamu! Tidak ada pernikahan tanpa kehadiran Jodha. Aku harus pergi menemuinya!”
Tanpa bisa di cegah, Jalal pergi meninggalkan tempat upacara di iringi teriakan histeris Ruqaiya. Semua orang tercengah. Hanya Hamida yang terlihat lega. Ruq menangis sejadi-jadinya. Hamida mencoba menghiburnya. Tangis Ruq bukan pura-pura, dia memang sangat kecewa dan putus asa. Tujuannya yang sudah begitu dekat, ternyata gagal.
Sementara itu, Jalal mengendarai audianya secepat kilat. Keinginanya hanya satu, menemui Jodha. Tapi sampai di rumah, dia tidak melihat Jodha, dia hanya melihat Moti yang menangis sedih. Jalal menanyakan keberadaan Jodha pada Moti, “Mrs Jodha sudah pergi mister..” Jalal dengan panik bertanya, “pergi kemana?” Moti menjawab, “dia tidak bilang. Jodha hanya menyuruhku mengatakan kalau dia sangat mencintai anda dan ingin anda bahagia.”
Mendengar itu Jalal terhenyak di sofa dengan lemas. Dia sama sekali tidak menyangka Jodha akan pergi meninggalkannya. Jalal termenung lama tak tahu harus berbuat apa. Dia mencoba memikirkan segala kemungkinan, tapi semuanya tidak mungkin. Tidak mungkin Jodha pergi kerumah orang tuanya. Dia juga tidak mungkin kerumah Hamida. Lalu kemana dia?
Jalal kembali pada kesadarannya. Dia berpikir cepat, “Jodha pergi naik apa?” Moti menjawab, “taksi.” Moti kemudian memberitahu Jalal, taksi yang digunakan Jodha sekaligus nomor bodinya. Jalal segera menghubungi operator taksi yang bersangkutan. Lalu di dapat informasi kalau taksi tersebut sedang menuju ke stasiun kereta api Delhi. Jalal tidak punya ide, kemana Jodha akan pergi dengan kereta api. Yang Jalal tahu dia harus segera menyusulnya. Jalal berdiri hendak pergi, Moti menahanya dengan berkata, “mister, Jodha melarangku mengatakan ini, tapi aku merasa tidak adil kalau tidak memberitahu anda…” Jalal menatap Moti, “katakan Moti..” Moti dengan cemas bercampur takut memberitahu jalal, “Jodha sedang hamil..!”
Jalal merasa dunianya berputar cepat. Ada perasaan bahagia tak terkira menyusup ke relung hatinya membuatnya berbunga-bunga. Seulas senyum tersungging di bibirnya, “benarkah Moti? Aku akan menjadi ayah?” Moti turut mengangguk bahagia. Namun semenit kemudian ketika Jalal sadar kalau Jodha tidak ada bersamanya, Jalal kemkbali bersedih. Kali ini kesedihannya berlipat ganda. Tanpa buang waktu lagi, Jalal segera pergi dengan tujuan menyusul Jodha ke stasiun kereta api delhi.
Sampai di stasiun kereta api, Jalal mencari Jodha kesana kemari, setiap sudut stasiun di datangi. Dia bertanya pada penjaga dan petugas kebersihan yang ada di sana dengan menjelaskan ciri-ciri Jodha. Tapi usahanya sia-sia. Bahkan ketika Rahul, Freya, Hamida, Mr khan dan semua orang membantu mencari Jodha, tidak satupun berhasil menemukannya. Jodha seperti lenyap di telan bumi. Jalal tak tahu harus bagaimana lagi. Dia pergi ke kantor polisi. Tapi polisi tidak mau menanggapi, dia menyuruh Jalal menunggu selama 24 jam dulu, kalau Jodha tidak kembali baru mereka beraksi. Jalal membentak polisi dengan geram, “kalau harus menunggu 24 jam, istriku sudah jauh pergi. Kemana lagi harus mencari? Kumohon….!” Melihat jalal emosi, Rahul segera menengahi, meminta maaf pada polisi dan membawa Jalal pergi. Rahul mengajak Jalal kembali ke stasiun kereta api. Mereka sama sekali tak tahu harus kemana lagi mencari Jodha. Dalam kesedihannya jalal menitikan air mata. Dia menyesal dan merasa sangat bersalah.
Jodha duduk menyandar di tempat duduknya, di gerbong eksekutif kereta api Jurusan Delhi – Agra. Airmata sudah tidak menetes lagi di pipinya. Tapi wajah sedihnya terlihat nyata. Beberapa penumpang yang tanpa sengaja menatap Jodha merasa heran tapi tidak ada yang berani bertanya. 3 jam perjalanan Delhi-agra terasa sangat lama. Jodha sama sekali tak bisa memejamkan matanya. Setiap kali dia menutup mata, bayangan wajah Jalal muncul. Hatinya terasa perih membayangkan Jalal kini sudah menikahi Ruqaiya. Jodha berpikir, “apakah dia merindukan aku seperti aku merindukannya? Atau dia sudah tidak ingat padaku karena telah memiliki Ruqaiya?” Jodha berusaha keras untuk tidak memikirkan Jalal. Dia telah kehilangan Jalal, tapi dia punya Jalal kecil di perutnya. Untuk Jalal kecil itulah kini dia akan mengabdikan hidupnya. Jodha menyentuh perutnya yang masih datar. Ada rasa bahagia membayangkan kalau dirinya akan segera menjadi ibu. Meski itu artinya dia akan menjadi orang tua tunggal. Jodha berjanji dalam hati akan melakukan yang terbaik untuk anaknya kelak.
Begitu Jodha menginjakan kaki di stasiun Agra Cantt, seseorang menyambutnya dengan senyum sumringah dan wajah gembira….. Takdir bag 50