Takdir bag 51 by Tahniat. Fajar sudah menyingsing di Agra ketika Jodha tersentak bangun sambil meneriakan nama Jalal. Jodha bermimpi melihat Jalal tertabrak mobil di tengah jalan. Sebelum tubuhnya menyentuh aspal, Jalal menatap padanya dengan penuh kerinduan, bibirnya mengerimit terbuka menyebut nama Jodha. Jodha merasakan dadanya terasa sesak menanggung kesedihan. Airmata mengalir tanpa di undang. Ingin dia kembali pada Jalal dan menerima status sebagai istri yang di madu. Tapi hati kecilnya menolak. Harga dirinya sebagai Rajvanshi melarangnya melakukan itu. Jodha lebih memilih hidup sebagai Janda daripada di duakan. Dan resiko janda adalah dia akan di hina oleh kaumnya. Dikucilkan oleh kerabatnya dan di tolak oleh kedua orang tuanya. Jodha rela dan siap menerima konsekuensi dari keputusan yang di ambilnya. Hanya satu yang belum siap di terimanya dan yang paling utama, yaitu berpisah dari Jalal. Tapi takdir telah mengariskannya sebagai istri yang di madu dan Jodha tak mau menyandang status itu, karena itu dia pergi meninggalkan Jalal. Kalau karena kepergiannya itu Jalal marah dan menceraikannya, Jodha dengan lapang dada akan menerimanya. Lebih baik hidup sendiri daripada berbagi. Dan lagi dia tidak akan sendirian selamanya. Begitu Jalal kecil lahir, dia akan punya teman. Jodha mengelusnya perutnya yang belum mengembang.
Matahari sudah menyorotkan sinarnya yang keemasan. Jodha segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh dan mengganti baju. Begitu keluar dari kamar mandi terdengar ketukan di pintu. Jodha melangkah dan mengintip dari lubang pintu. Saat di lihatnya Suryabhan singh, Jodha membuka pintu. Surya mengucapkan selamat pagi dan melangkah kedalam. Dia membawa sebuah paper bag warna hitam dan menyerahkannya ke Jodha sambil berkata, “aku membawakan ini untukmu, ku pikir kau tidak membawa baju ganti.” Surya mengamati pakaian yang di kenakan Jodha. Sangat kasual. Kemeja wanita warna hijau lengan panjang dan celana denim hitam. Surya tersenyum, “kau sudah siap rupanya. Kita akan kemana?”
Jodha meletakkan paper bag berisi pakaian yang di belikan Surya diatas ranjang, “kurasa kita harus pergi mencari apartemen, lalu mencari pekerjaan untuk ku.” Surya mengangkat tangannya, “Oo… satu-satu dulu. Aku sudah menyiapkan sebuah apartemen untukmu… tidak jauh dari sini. Apartemenku. Aku jarang menempatinya. Karena aku lebih suka tinggal bersama orang tuaku…. “ Jodha menggeleng, “tidak Surya, aku tidak bisa menerima itu. Kau carikan saja aku apartemen yang lain..” Surya menunduk seperti berpikir, lalu mengangkat wajahnya menatap Jodha sambil berkata, “9.000 Rupe per bulan…” Jodha bertanya, “apa?” Surya mengendikan bahu, “sewa apartemen itu. 9.000 rupe..masak kau tidak bisa membayar uang sewa sebesar itu perbulan, Jodha?” Jodha tersipu di tantang begitu, “menurutmu?” Surya tertawa, “hmm.. kau bisa membayar 3 bulan sewa apartemen kalau kau mau bekerja di tempat yang akan aku tunjukan padamu.” Jodha terbelalak tak percaya, “jadi kau sudah..” Surya menotong kalimat Jodha, “…mendapatkan lowongan kerja untukmu? Ya aku sudah dapat! Tapi aku ingin kau memikirkannya lagi. Aku ingin kau bekerja di perusahaanku, Jodha. Aku akan senang sekali bekerja sama denganmu.” Jodha menggeleng, “Tidak, Surya. Orang-orang di perusahaanmu sedikit banyak telah mengenalku dan tahu siapa aku. Aku tidak ingin mereka mengetahui keberadaanku di sini. Aku ingin melihat lowongan pekerjaan yang kau bilang tadi.” Surya menyerah, “baiklah, setelah kita sarapan, kita pergi melamar pekerjaan dulu, setelah itu kau melihat-lihat apartemenku, kalau cocok kau bisa langsung pindah ke sana.” Jodha mengangguk setuju dengan rencana Surya.
Jodha mendapatkan pekerjaan itu. Pekerjaannya tidak begitu bergengsi, tapi cukup menarik, yaitu sebagai sales manager di sebuah toko barang antik dan souvenir yang letaknya tak jauh dari maskot Agra, yaitu bangunan Taj Maham yang mega itu. Yang membuat Jodha senang adalah, tempat kerjanya itu hanya seperempat menit jalan kaki dari apartemennya. Begitu, Surya mengajaknya melihat-lihat apartemenya, Jodha langsung jatuh cinta. Tak perduli berapa biaya sewa yang akan di minta Surya, Jodha langsung menyanggupinya. Surya sangat puas melihat Jodha senang dengan semua yang di tawarkannya. Pertama pekerjaan itu, lalu apartemennya. Yang tidak di ketahui Jodha adalah, bahwa tokok barang antik dan souvenir itu sebenarnya miliknya yang di atas namakan sepupunya. Jadi dia bebas memberikan berapa saja gaji yang akan di butuhkan Jodha untuk memenuhi keperluan hidupnya. Bahkan kalau Jodha mau, Surya ingin menanggung hidup Jodha selama di agra, tapi ide itu tidak ditawarkan nya pada Jodha. Karena Surya tahu, Jodha pasti akan menolaknya.
Waktu pun berlalu, Jodha mulai menikmati rutinitasnya. Kini kehidupan Jodha Kapoor alias Mrs Jalaluddin Muhammad telah berubah. Dia bukan lagi wanita bersuamikan konglomerat kaya, Tapi seorang istri yang di terpisah dari suaminya. Setiap ada rekan kerjanya yang bertanya akan statusnya, Jodha selalu mengatakan kalau suaminya bekerja di luar negeri dan hanya pulang satu tahun sekali. Tapi mereka tidak mempercayai begitu saja, bahkan sering bergosip tentang Jodha, terutama kalau melihat Surya yang seringkali menjemputnya sepulang dari kerja. Bahkan sebagian dari mereka mulai menduga-duga kalau Jodha adalah kekasih Surya.
Jodha menikmati hidupnya di agra, tapi Jalal menderita dalam kesedihan bercampur kerinduan memikirkan Jodha. Satu minggu telah berlalu. Dia belum mendapat kabar kemana perginya Jodha. Jalal tidak putus asa. Dia berpikir kalau Jodha pasti tidak akan pergi dari Delhi. Dan pasti sedang sembunyi di salah satu rumah teman atau kenalannya. Sejak di tolak oleh petugas kepolisian, Jalal tak mau lagi melaporkan kepergian Jodha secara formal. Tapi tetap melakukan pencarian, dengan menyewa jasa detektif langgananya. Tapi hasilnya belum kelihatan.
Meski sedih karena di tinggal istri, Jalal tidak melupakan tugasnya sebagai pimpinan perusahaan besar. Dia tetap menjalankan rutinitasnya seperti biasa. Saat di kantor, hati jalal agak terhibur, tapi begitu tiba di rumah, kesedihan kembali menyergapnya. Kerinduannya pada Jodha selalu membara. Sejak di tinggal Jodha, Jalal tidak pernah lagi tidur di kamarnya. Dia tidur di kamar Jodha, dengan lampu menyala. Beberapa kali Ruq mencoba menemuinya, tapi Jalal menolaknya. Tapi Ruq tahu bagaimana memenuhi keinginannya.
Suatu hari, Ruq menunggu kedatangan Jalal di kantornya. Saat itu Jalal baru keluar bersama Rahul. Ruq mencegat jalal dipintu lift. Tak bisa menghindar, Jalal terpaksa menghadapi Ruq. Masih dengan keinginan dan ancaman yang sama Ruq berkata, “kau berjanji akan menikahiku, Jalal. Pria seperti apa kau yang tidak memegang janjimu. Kalau kau terus-menerus mengulur-ulur waktu untuk menikahiku, aku akan segera mengugurkan bayi dalam kandunganku ini sebelum bayi ini tumbuh semakin besar. Dan kau yang menanggung dosa atas kematiannya. Andai saja Jodha tahu kalau suaminya seorang…” Mendengar nama Jodha disebut, Jalal terbeliak marah, “jangan kau berani menyebut namanya. Kau yang membuat dia pergi dariku. Aku berjanji menikahimu kalau Jodha mengizinkannya. Kini aku bahkan kehilangan Jodha, kehilangan cintaku. Aku tidak perduli padamu! Lakukan apa saja yang kau mau..dan pergilah dari hidupku!” Tanpa memperdulikan Ruq lagi, Jalal segera masuk ke lift yang terbuka sejak tadi di kuti Rahul.
Ruq terngagah tak percaya pada apa yang baru saja di dengarnya. Bagaimana mungkin Jalal yang di kenalnya sejak kecil itu, menjadi orang asing baginya. Ruq masih tak percaya. Dia menyandarkan tubuhnya di dinding lift sambil terus berpikir. Entah apa yang di lakukan Jodha, sampai Jalal begitu terpengaruh oleh kepergiannya. Kini rencana yang di susun Ruq dengan kahmilan palsunya untuk memaksa Jalal agar menikahinya telah gagal total. Semua karena Jodha. Ruq berpikir akan mencari cara lain untuk mendapatkan Jalal. Tapi sebelum itu, dia harus mencari dan menemukan Jodha lalu membuatnya menghilang dari kehidupan Jalal selamanya. Memikirkan itu, seulas senyum Jahat tersungging di bibir Ruq.
5 bulan telah berlalu. Tiap hari Jodha sibuk dengan rutinitasnya di toko yang di kelolahnya. Kini dia bukan lagi Sales Manager, tapi sudah menjadi manager kepala. Jodha tidak lagi hanya diam di kantor melayani pembeli dan menjelaskan secara detail sejarah yang ada pada benda yang akan di belinya, tapi kini dia juga harus keluar ke tempat pelelangan benda-benda antik untuk di beli dan di pajang ditokonya. Melihat kinerja Jodha dan kemajuan yang di capai tokonya, Surya merasa sangat senang dan puas. Dia tak menyangka sama sekali kalau Jodha bertangan dingin mempunyai dedikasio yang tinggi terhadap pekerjaanya.
Siang itu, Surya menemui Jodha di kantornya. Jodha berdiri menyambutnya. Surya memandang Jodha, saat dia ternampak perut Jodha yang mulai membesar dan kentara di balik blus dan skirt wanita hamilnya, Surya menarik nafas berat. Jodha menceritakan tentang kehamilanya pada Surya, begitu juga tentang pernikahan Jalal dengan sepupunya Ruqaiya. Saat itu, Surya senang mendengarnya karena dia merasa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan Jodha. Tapi setelah melihat sikap Jodha dan perasaanya yang sangat dalam pada Jalal, Surya jadi sadar, kalau sebenarnya dia tidak punya peluang sama sekali untuk mendapatkan Jodha. Meski kecewa, Surya tetap bersikap baik pada Jodha, karena Surya merasa senang berada di samping wanita yang di cintainya itu, meski tak bisa memilikinya.
Melihat perut Jodha yang agak buncit, Surya merasa kesal dan sedikit kecewa menyadari kalau itu anak Jalal, bukan anaknya. Dulu Surya selalu berkhayal kalau suatu saat mereka berdua menikah dan Jodha akan mengandung anak-anaknya. Melihat Surya termenung menatap perutnya, Jodha menjadi jengah. Tapi dia bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa. Jodha mengagetkan Surya dengan memanggil namanya. Surya tersadar dan merasa malu.
Untuk menutupi rasa malunya Surya bertanya, “apa kau sudah memeriksakan kandunganmu ke dokter? Kalau kau mau aku bisa mengantarmu kesana. Aku tahu alamat dokter spesialis kandungan..” Jodha menyela, “Surya… aku bisa menjaga diri. Kau tak perlu khawatir.” Surya menyahut, “aku …aku hanya merasa bertanggung jawab. Bagaimanapun kelak bayi itu…akan menjadi… anakku juga.” Jodha tersenyum, “ya..dia pasti sangat senang memiliki ayah angkat seperti dirimu.” Jodha mempersilahkan Surya duduk.
Surya duduk di kursi didepan Jodha, “aku kesini untuk berpamitan. Nanti sore aku pergi ke Delhi..” Mendengar kata Delhi, raut wajah Jodha menjadi tegang. Surya tersenyum, “aku pasti akan ketemu dia. Aku kesana untuk mengadakan meeting dengan nya. Jalal memanggilku untuk membahas proposalku yang waktu itu. Apa menurutmu, kali ini aku punya kesempatan?” Jodha mencoba relaks, “kalau dia yang memanggilmu, itu artinya dia melihat kalau proposalmu bagus.” Surya menatap Jodha dengan tatapan menyelidik, “kau ingin menitipkan sesuatu untuknya? Sebuah surat? Atau…”
Jodha tertawa resah, “kau bercanda? Aku kan sudah bilang kalau aku tak mau dia mengetahui keberadaanku. Aku merasa tenang di sini.” Surya berkata, “tapi dia berhak tahu tentang keadaanmu dan anaknya.” Jodha menggeleng, “jangan katakan apapun padanya. Bahkan kalau dia bertanya. Kau sudah berjanji padaku Surya!”
Surya tertawa, “tentu saja aku masih ingat janjiku, Jodha. Aku hanya…” Surya tak melanjutkan kata-katanya, ia bangkit dari duduknya, “sudahlah. Aku hanya pergi selama 3 hari. Bisakah kau menjaga diri baik-baik sampai aku kembali?” Jodha tersenyum. Dia ikut berdiri, “kau pikir aku anak kecil yang ceroboh? Aku akan menunggu kau kembali. Aku ingin pergi ke sungai Yamuna besamamu.” Sambil berbincang-bincang, Jodha mengantarkan Surya sampai kepintu depan. Setelah Surya masuk kemobilnya. Jodha segera kembali ke ruanganya.
Jodha menghenyakan pantatnya di sofa. Sudah hampir sebulan Jodha berhenti memikirkan Jalal. Dan menghindari segala bentuk pembicaraan yang menyangkut dirinya. Tapi ketika Surya menyebut nama Jala…. luka dihati Jodha kembali berdarah…. Takdir bag 52