Takdir bag 52 by Tahniat. Surya pergi ke Delhi untuk memenuhi undangan Jalal. Jalal ingin membahas tentang proposal yang pernah ditolaknya dulu. Surya datang ke kantor Jalal seorang diri dan dengan penuh percaya diri. Dia yakin kali ini, Jalal pasti akan menyetujui proposalnya seperti kata Jodha. Sebab kalau tidak, untuk apa dia memanggilnya kemari secara pribadi lagi.
Jalal sendiri yang menyambut kedatangan Surya di kantornya. Mereka tidak bertemu di ruang meeting tapi di kantor Jalal di lantai 8. Saat melangkah masuk ke kantor Jalal, Surya sudah terkagum-kagum mellihat keindahan interior dan tata letak perabotan kantornya. Berada di dalam kantor Jalal terasa damai dan tenang. Tapi saat melihat penghuninya, hati Surya bergetar menahan iba. Jalal terlihat sangat berbeda. Dulu dia sangat gagah, perlente dan selalu terlihat menawan di manapun dan dalam situasi apapun. Tapi kini, dia terlihat kurus, dengan tatapan mata sayu dan raut wajah tertekan. Surya bisa menebak apa penyebabnya. Tapi dia berusaha menahan untuk tidak bertanya. Karena sadar, itu bukan urusannya. Dan lagi, dia tidak terlalu dekat dengan Jalal dan tujuannya kemari hanya untuk urusan pekerjaan.
Surya menyambut uluran tangan Jalal dan duduk di depan Jalal setelah di persilahkan. Jalal berusaha tersenyum ramah, “maafkan aku Surya, aku telah membuang waktumu dengan mengundangmu kemari. Seharusnya aku menyetujui proposalmu waktu itu. Tapi egoku… membuatku berkata lain. Ku harap kau mau memaafkan aku.” Surya balas tersenyum penuh pengertian, “kau telah mengambil keputusan yang tepat saat itu. Kau pasti takut kalau aku mengganggu istrimu kan? Aku tahu apa itu rasanya cemburu. Aku bisa mengerti. Tapi kalau aku boleh tahu, apa yang membuatmu berubah pikiran?”
Jalal menghela nafas berat, “aku hanya ingin memenuhi keinginan Jodha. Dia pernah memarahiku karena menolak proposalmu dengan alasan pribadi. Dia bilang aku egois. Dan aku …. baru menyadari kalau aku memang egois setelah…” Jalal tidak melanjutkan kalimatnya, suaranya tercekat di tengorokan. Surya merasa ada tangis yang coba di tahan. Karena itu dengan sengaja Surya mengalihkan pembicaraan, “jadi kali ini kita akan bekerja sama?” Jalal mengangguk. Surya tersenyum senang, “besok aku akan siapkan detailnya, dan kuharap, sebelum aku kembali ke agra, kau bisa menandatangi kesepakatannya.” Jalal mengangguk. Melihat reaksi Jalal yang semacam saja, yaitu mengangguk dan tersenyum terpaksa, mau tak mau Surya tergelitik untuk bertanya, “kau baik-baik saja kan Jalal? Kau seperti mecemaskan sesuatu. Apakah ada masalah? Mungkin aku bisa membantumu!”
Jalal bukan tipe orang yang mau membagi bebannya dengan orang lain, terutama kalau orang itu bukan orang terdekatnya. Tapi pada Surya, Jalal seperti merasakan yang berbeda. Dia seperti ingin membagi dukanya dengan Surya. Mungkin karena dia tahu, Surya juga pernah mengalami hal yang sama seperti dirinya, yaitu kehilangan Jodha. Entah kemana perginya rasa cemburu yang selama ini muncul setiap kali Jalal melihat Surya. Kali ini, Jalal menganggap Surya sebagai rekan sependeritaan. Tanpa sungkan Jalal berkata, “kalau kau punya waktu, maukah kau makan malam denganku?” Surya setuju. Sebelum berpisah, kedua pria itu berjanji untuk bertemu di Island Bar and Resto Hotel Shangrila.
Jodha berdiri di depan jendela apartemennya yang memiliki pemandangan indah kearah Taj mahal. Bulan purnama menggantung indah di langit malam. Jodha terpikirkan Jalal, “apakah dia tahu betapa indahnya bulan purnama malam ini? Apakah dia ingat padaku?” memikirkan Jalal, membuat hati Jodha pedih. Selama mereka bersama, belum pernah dia melihat jalal menatap rembulan dan merasakan kedamaian. Bahkan setiap kali dia melihat Jodha membuang-buang waktu menatap rembulan Jalal selalu menyindirnya. Kecuali saat di Simla, malam kedua mereka, sebelum mereka bercinta…. Jalal mendampinginya menatap rembulan yang saat itu sedang purnama. Jodha memejamkan mata membayangkan kembali moment-moment indahnya bersama Jalal. Ketika dia menyentuhnya, memeluknya, mendekapnya… serta kelembutan bibirnya dan keperkasaannya yang selalu menggangu malam-malam sunyi Jodha. Hanya kekuatan cinta dan kesetiaan yang membuat Jodha bertahan. Dari godaan-godaan yang terkadang sangat sulit untuk dihindarkan. Berkali-kali Surya coba mendekatinya, mengelitik kesunyian hatinya dengan janji kasih sayang. Tapi Jodha selalu dapat menghindar dan mencoba untuk tidak terlena. Jodha selalu membuat dirinya tidak pernah lupa, kalau dia masih istri Jalal. Setiap kali Jodha merindukan sentuhan, dia memikirkan bayi mungil yang ada dalam kandunganya, bayi tak berdosa yang harus di jaga kesuciannya.
Kadang sifat egois Jodha muncul. Setiap kali dia membayangkan Jalal bersenang-senang dengan Ruqaiya dan bermesraan denganya. Jodha merasa pengorbanannya sia-sia. Dia ingin mengakhiri semuanya. Tapi ketika dia sadar kalau tidak ada tempat untuk pria lain di hatinya, Jodha merasa berdosa dan bersalah. Hanya Jalal yang di inginkannya. Cuma nama Jalal yang ada di hatinya. Segalanya tentang Jalal sangat Jodha rindukan. Bahkan cara Jalal memarahi atau mengejeknya pun Jodha ridukan. Sayangnya cinta dan nafsu tidak pernah seiya sekata, mereka saling mengkhianati dan memperdaya. Jodha hanya mencintai Jalal saja dalam hatinya. Tapi kebaikan Surya dan berbagai bentuk perhatian yang di berikannya terkadang membuat pertahanan diri Jodha goyah. Bahkan Jodha sendiri tidak tahu, sampai kapan dia bisa bertahan dari pesona Surya.
Purnama yang menggantung di langit Agra sama dengan purnama yang mengambang di langit Delhi. Tapi karena dilihat dari dua tempat yang berbeda dan oleh dua orang yang tidak sama, maka kesan yang di berikannya pun tidak sama. Sepulang makan malam dengan Surya, Jalal berdiri lama di halaman rumahnya. Matanya nanap menatap rembulan dan bintang yang bermain petak umpet di balik awan. Menatap rembulan dan menghitung bintang adalah kegiatan yang paling di gemarinya sejak Jodha pergi. Seringkali Jalal berlama-lama menatap gugusan bintang, berharap di balik susunanya yang misterius itu mereka memberi petunjuk padanya di mana gerangan Jodha berada. Tapi setiap kali pula Jalal kecewa, karena dia tidak bisa mengartikan petunjuk yang di terimanya. Tapi dia tidak pernah berhenti mencoba. 5 Purnama telah berlalu, tapi Jodha belum ketemu. Entah berapa banyak detektif yang dia sewa, tapi tak satupun dari mereka berhasil melacak keberadaan Jodha. Seandainya Jodha mau menggunakan kartu ATM dan kredit cardnya sekali saja, pasti akan sangat mudah menemukannya. Setelah malam sudah sangat matang, Jalal pergi ke kamar Jodha yang kini menjadi kamarnya. Memeluk bantal yang sama setiap malamnya. Bantal Jodha, yang kini aromanya sudah berubah.
Keesokan harinya, Surya datang ke kantor Jalal sambil membawa surat kesepakatan kerja sama yang detail lengkap dengan point-pointnya. Surya menyuruh Jalal membaca kesepakatan itu dengan teliti. Tapi Jalal melihatnya sepintas lalu saja. Surya jadi heran, begitu besarkah efek kehilangan Jodha pada diri Jalal, sehingga Jalaluddin Muhammad yang terkenal teliti dan perfeksionis mau menandatangani kesepatan hanya dengan sekilas pandang. Ketika Jalal hendak menandatangin kesepakatan itu, Surya menahanya, “kau tidak membacanya dengan teliti…” Jalal menyahut, “aku percaya padamu, seperti Jodha mempercayaimu.” Tanpa membuang waktu, Jalal menandatangi kesepakan itu. Lalu surya. Surya menyerahkan salah satu salinan pada Jalal dan salinan yang lain dia simpan. Surya dengan rasa ingin tahu bertanya, “begitu besarkah rasa cintamu padanya? Padahal kalau kau mau kau bisa mendapatkan wanita manapun di dunia ini untuk menggantikan Jodha.” Jalal tersenyum masam, “aku sangat mencintainya. Dan aku telah begitu bodoh karena berpikir akan menduakan dia. Dia tak mau kembali padaku pasti karena menyangka aku menikahi Ruqaiya…”
Surya tertegun, “apakah kau tak menikahinya?” Jalal menggeleng, “aku lebih rela menahan ribuan rasa bersalah dari pada kehilangan Jodha. Tapi tuhan telah lebih dulu menghukumku karena pernah berpikir untuk menduakannya…aku berharap tuhan akan segera mengembalikan dia padaku…karena aku merasa tidak lengkap tanpanya.” Surya ingin memberitahu Jalal tentang Jodha. Tapi dia ingat kalau Jodha sudah memintanya bersumpah.
Sambil berpikir, Surya memasukan surat-surat penting kedalam tasnya. Dia mengulurkan tangan pada Jalal dan berpamitan. Jalal menjabat tangan Surya dan menepuk bahunya dengan akrab. Segala yang dekat dengan Jodha menarik Jalal untuk mendekatinya. Saat melihat Surya, Jalal seperti melihat Jodha. Itu membuat Jalal merasa berat berpisah dengan Surya. Dan Jalal merasa malu dengan perasaanya.
Surya sudah melangkah sampai ke pintu, ketika dia berbalik menatap Jalal dan berkata, “aku pikir… kalau kau mau, aku ingin mengundangmu datang ke Agra. Mungkin…kau akan menemukan apa yang kau cari disana.”
Jalal tersenyum sambil mengangkat tangan, “ya, mungkin….lain kali! Selamat jalal, Surya.” Surya tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia ingin memberitahu Jalal kalau Jodha ada di Agra bersamanya, tapi sekali lagi janjinya pada Jodha menghentikannya…. Takdir bag 53