Deja Vu bag 6 by Sally Diandra. Jodha masih menahan sakit di kakinya ketika Jalal memijat kakinya yang terkilir, kemudian ditaruhnya kaki Jodha di atas bebatuan, tak lama kemudian Jalal sibuk membongkar ransel carriernya sendiri dan mengeluarkan sebuah benda, Jodha yang sedari tadi memperhatikan Jalal dengan tatapan heran merasa aneh ketika Jalal membawa benda yang bentuknya mirip semprotan spray, Jalal segera berdiri dan mendekat ke arah Jodha, Jodha segera memalingkan mukanya pura pura tidak melihat Jalal, namun ekor mata Jalal sekilas sempat melihat tatapan mata Jodha yang bulat “Aku kan mengobati kakimu dengan spray ini” Jodha tertegun ketika Jalal menunjukkan spray itu ke depannya “Apa itu ?” Jalal menyeringai senang “Ini ?” Jodha menganggukkan kepalanya “Ini namanya magic spray ! Atau chlor etil ! Kamu tidak pernah mendengarnya ?” Jodha tertegun “Kamu pernah nonton pertandingan sepakbola ?” mata Jodha semakin membulat ketika Jalal bertanya sambil duduk berlutut dibawah “Kalau kamu pernah melihatnya, pasti kamu pernah melihat ketika salah satu pemainnya cedera, tak lama kemudian tim medis datang, mengobatinya kemudian si pemain bisa bermain kembali”, “Maksud kamu, obat yang dipakai untuk mengobati pemain yang cedera itu adalah spray ini ?” Jalal mengangguk sambil menjetikkan tangannya
“Exactly ! Tepat jawabanmu, spray ini akan menimbulkan reaksi dingin ketika terkena kulit, rasa dingin itu sebagai pereda sakit yang juga berfungsi untuk menghentikan perdarahan” Jodha takjub “Oh ya ?” Jalal kembali mengangguk “Namanya juga magic spray ! Tapi kompres dingin ini hanya bersifat sementara, jadi digunakan hanya pada saat urgent saja” Jodha menganggukkan kepalanya “Maksud kamu, setelah efek dinginnya reda maka kakiku akan terasa sakit lagi ?” Jalal mengangguk kembali “Nanti, kalau efeknya sudah habis, kamu akan diberi obat obatan pereda nyeri dan kakimu akan dibalut, sehingga kamu bisa berjalan lagi” Jodha mengangguk sebagai tanda mengerti “Aku semprot ya ?” Jalal segera menyemprot magic spray tersebut ke kaki Jodha yang terkilir, setelah beberapa saat “Coba kamu gerakan kakimu, masih sakit atau tidak ?” Jodha segera memutar pergelangan kakinya ke kanan dan ke kiri sambil menyeringai senang “Iyaaa ,,, nggak sakit, nggak kayak tadi ! Makasih ya !” Jalal hanya tersenyum melihat tingkah Jodha yang lucu dan merasa takjub dengan kakinya “Ayooo pakai sepatumu, kita lanjutkan perjalanan lagi !” ujar Jalal sambil berbalik ke arah ransel carriernya dan menaruh kembali magic spraynya, sementara Jodha mulai mengenakan kaos kakinya sambil dikibas kibaskannya kaos kaki itu, ketika Jalal berbalik lagi ke arah Jodha, Jodha sedang mengikat sepatu boot barunya yang dibelikan Rukayah kemarin, tiba tiba Jalal membungkuk didepan Jodha sambil memegang sesuatu
“Ini punyamu ?” Jalal menunjukkan sebuah gelang kaki emas ditangannya, Jodha sangat mengenali gelang kaki itu sebagai gelang kakinya “Iya itu punyaku !” Jalal segera memberikan gelang kaki tersebut ke Jodha seraya berkata “Ternyata kamu ini memang sembrono ya !” goda Jalal dengan senyum nakalnya “Sembrono ? Maksudmu ?” Jalal menunjuk ke arah gelang kaki tersebut “Kamu sering kan kehilangan gelang kakimu sendiri ?” Jodha tertegun “Darimana kamu tahu ?”, “Aku pernah menemukan gelang kakimu itu saat MOS dulu, kamu pasti tidak ingat tapi kalau aku sangat ingat sekali, kalau kamu mau kamu bisa ambil gelang kakimu itu, aku masih menyimpannya sampai sekarang” sesaat Jodha tertegun, simpul abu abu di otak Jodha tiba tiba mengisyaratkan sesuatu dari masa lalu yang pernah dialaminya “Aneh, rasanya aku pernah mendengar ucapan seperti itu, tapi dimana ?” bathin Jodha dalam sambil tertunduk memandangi gelang kakinya “Ayooo, kita lanjutkan perjalanan” Jodha mengangguk dan mulai berjalan di belakang Jalal, rombongan mereka sudah tidak terlihat, rupanya mereka sudah berjalan jauh di depan.
Selama perjalanan dari Kandang Badak ke Puncak Gunung Gede, track perjalanan yang mereka lalui pada awalnya cuma tanah dan bebatuan yang landai, hingga akhirnya nampaklah jalan percabangan, yang satu menuju ke tanjakan setan, sedangkan yang satu lagi menuju ke jalur alternatif, percabangan itu dekat dengan tanjakan setan, sehingga Jodha bisa melihat tanjakan setan ada di depan mereka “Here we are ! Tanjakan Setan ,,, taraaaa !” ujar Jalal sambil membentangkan tangannya ke samping, Jodha terperangah ketika melihat sebuah tebing batu dengan kemiringannya yang hampir 90 derajat setinggi 7 meter terpampang didepannya “Wooowww” Jodha merasa takjub “Kamu berani ?” goda Jalal sambil memperhatikan Jodha yang sedang menatap tanjakan setan tersebut, tak lama kemudian datanglah rombongan lain ke tempat mereka, dengan sigap mereka langsung menaiki tanjakan setan tersebut “Kalau kamu takut melawati tanjakan ini, kita bisa ambil jalur alternatif, memutar lewat sana” ujar Jalal sambil menunjuk ke arah jalur yang lain “Jalur alternatif itu jalannya juga menanjak dengan kemiringan kira-kira 50 derajat, tapi kamu juga harus hati-hati kalau lewat sana karena banyak batu-batu kecil yang kadang membuat kaki tidak menapak sempurna ketika mendaki, sekarang semuanya terserah kamu, mau pilih yang mana ? Tanjakan setan atau jalur alternatif ?” Jodha hanya diam saja sambil memikirkan sesuatu
“Itu tali ya yang berada ditengah tanjakan ?” tanya Jodha sambil menunjuk ke arah tanjakan di depannya “Iya itu tali yang dipatok, tali itu bisa membantu kita naik ke atas” Jodha memperhatikan tanjakan tersebut dengan seksama “Berapa lama kalau kita melalui tanjakan setan ? Dan berapa lama kalau kita melalui jalur alternatif ?” tanya Jodha lagi, Jalal tersenyum penuh arti “Yang pasti tanjakan setan lebih cepat daripada jalur alternatif, Jodha” Jodha kembali memikirkan sesuatu “Lalu apa yang kita lihat diatas sana ? Setelah kita mendaki ? Apakah kita sudah sampai di puncak gunung Gede ?” Jalal mengangguk “Setelah tanjakan setan kita akan sampai di puncak gunung Gede, bagaimana ? Jalan mana yang akan kamu pilih ?” Jalal melirik kearah Jodha, Jodha membalas tatapan Jalal “Oke, kita lewat tanjakan setan !” ujar Jodha mantap “Serius ?” Jalal terperangah begitu mendengar ucapan Jodha “Oke ! Let’s go !” ujar Jalal tak kalah mantap
Jodha dan Jalal akhirnya mulai menaiki Tanjakan Setan, setelah melaluinya dengan susah payah sambil berpegangan pada tali yang membujur di tengah tanjakan, akhirnya mereka berdua sampai diatas tebing, dari sanalah mereka bisa melihat Puncak Pangrango dengan jelas, saat itu langit sangat biru, mereka berdua bisa melihat hutan yang selama perjalanan tadi mereka lewati, rasanya damai sekali, Jodha meresapi belaian angin yang menjadi dingin di pipinya. Jodha segera mengambil tempat untuk beristirahat, perjalanan melalui tanjakan setan barusan benar benar menguras energi mereka, Jodha segera duduk diatas tebing, Jalal mengikutinya dan selama kurang lebih 10 menit mereka berdua beristirahat sebentar disana “Kamu ternyata gigih juga ya !” puji Jalal sambil melirik sekilas kearah Jodha “Tadinya aku kira kamu bakal memilih jalur alternatif, ternyata kamu pilih tanjakan setan” Jodha tersenyum “Aku hanya berpikir untuk menyingkat waktu saja karena kita sudah tertinggal jauh dari rombongan dan lagi aku ingin melihat sunset dari puncak sana” Jalal melirik ke arah jam tangannya “Kita masih punya waktu untuk melihat sunset, aku yakin sebelum sunset tiba kita sudah ada di puncak sana”, “Aku juga berharap begitu” ujar Jodha dengan senyum manisnya “Kapan kapan kamu harus naik ke Mahameru, Jodha”, “Seperti yang di film 5 cm itu ?” Jodha langsung memotong ucapan Jalal “Apa mitos tentang tanjakan cinta itu memang benar nyata ?” mata Jodha langsung bersinar terang “Katanya sih begitu, konon, menurut beberapa sumber, mitos ini lahir dari kisah tragedi dua sejoli yang sudah bertunangan saat mendaki tanjakan tersebut, waktu itu si cowok melewati tanjakan itu lebih dulu, sementara calon istrinya kepayahan naik tanjakan dan si cewek ini tiba-tiba pingsan dan jatuh terguling ke bawah, kemudian tewas, jadi mitos yang berkembang setelah kejadian itu barang siapa yang bisa terus berjalan tanpa berhenti hingga di atas bukit dan tanpa menoleh ke belakang, jika dia sedang jatuh cinta akan berakhir bahagia, tapi jika dia ,menengok kebelakang maka akan putus cinta, itulah mitos tanjakan cinta” Jodha tersenyum mendengar cerita Jalal
“Kamu sering menaiki tanjakan itu ?” tiba tiba Jodha penasaran, Jalal tersenyum sambil melempar kerikil kerikil kecil ke bawah “Aku naik gunung sudah sejak SMA, dan puncak Mahameru adalah satu favouritku, apalagi tanjakan cintanya yang merupakan jalan setapak menuju bukit, dengan kemiringan sekitar 45 derajat”, “Iya aku dengar itu, aku juga melihatnya di film 5 cm, setelah melewati tanjakan cinta, kita akan melihat danau Ranu Kumbolo juga padang bunga lavender Oro Oro Ombo, benar ?” Jalal menganggukkan kepalanya “Jadi kamu sering kesana ?” tanya Jodha lagi penuh selidik “Kenapa kamu ingin sekali mengetahuinya ?” goda Jalal dengan senyumannya yang khas, Jodha langsung salah tingkah di depan Jalal, entah kenapa Jodha ingin sekali tahu apakah Jalal sering mendaki gunung Semeru atau tidak “Aku hanya ingin tahu saja, tidak lebih !” ujar Jodha ketus, Jalal menyeringai senang mendengar ucapan Jodha “Butuh tenaga ekstra untuk melewati tanjakan itu, apalagi tanpa berhenti sambil mengangkat berat beban yang kita bawa, tapi begitu sampai di ujung tanjakan cinta rasa lelah kita serasa hilang karena kita bisa melihat indahnya Ranu Kumbolo yang membisu diselimuti kabut dari kejauhan”, “Saat ini kita juga butuh tenaga keras untuk sampai ke puncak !” ujar Jodha sambil berdiri dan menepuk nepuk pantatnya, Jalal pun ikutan berdiri “Oke, kita lanjutkan perjalanan !” ujar Jalal sambil mengambil kembali ransel carriernya
Setelah tanjakan Setan, Jodha dan Jalal kali ini benar-benar merangkak seperti monyet, jika tangga-tangga batu selama perjalan merupakan tangga-tangga biasa yang ketinggiannya cuma 10 cm, maka di sini mereka berdua mulai dihadapkan pada tanah licin berpasir, batu kerikil dan akar yang melintang di sana sini. Jalannya sangat menanjak, mereka berdua hanya bisa berpegangan pada akar-akar atau dahan-dahan pohon yang kuat, berkali kali Jalal memperingati Jodha agar berhati hati jangan sampai tergelincir, pendakian pertamanya ini merupakan pengalaman pertama untuk Jodha. Saat itu waktu telah menunjukkan jam setengah 5 sore, track perjalanan ini baru mereka lewati 3/4 perjalanan, rombongan mereka dan Rukayah mungkin sudah sampai puncak “Ayo Jodha, sedikit lagi, lihat sudah makin terang, pohon-pohon juga sudah semakin pendek, itu artinya puncak semakin dekat, sabar aja tracknya memang begini terus sampai ke puncak !” Jalal mencoba menyemangati Jodha.
Beberapa puluh meter sebelum puncak bau belerang mulai tercium, Jodha mulai merasa mual-mual dan galau karena bau belerangnya sangat menyengat, tapi 20 menit kemudian ,,,, Jalal dan Jodha sampai juga melihat keindahan Puncak Gede. Di puncak gunung Gede inilah mereka dapat menikmati kemegahan kawah gunung Gede yang tampak terus mengeluarkan asap belerang, tampak disebelahnya berdiri dengan kokohnya gunung Pangrango dan dibelakangnya dua puncak gunung Salak terlihat dengan gagahnya. Jodha sangat mengagumi pemandangan yang baru di lihatnya ini dengan perasaan takjub dan terharu, tak terasa airmatanya menetes di ujung matanya yang bulat, apalagi ketika sunset tiba ,,, semuanya terlihat begitu menakjubkan. ... Deja Vu bag 7 by Sally Diandra.