Bila Saatnya Tiba bag 42 by Sally Diandra. Sore itu ketika Jalal sedang berenang di kolam renangnya yang terletak dibelakang rumah, tiba tiba ibu datang menemuinya bersama seorang wanita paruh baya yang dikenalinya sebagai bibinya sendiri, adik kandung ayahnya yang bernama Maham Anga namun kali ini bibi Maham Anga datang tidak sendiri, dia datang bersama dengan seorang gadis yang terlihat lugu yang usianya baru menginjak 18 tahun. “Lalu siapa gadis itu yang bersama kamu, bibi ?” bibi Maham Anga langsung menoleh kearah gadis tersebut yang sedang tertunduk malu. “Oh dia, itulah mengapa aku datang kesini ... kak Hamida, bisakah kita ngobrol didalam ? supaya lebih enak ngobrolnya” ibu Hamida langsung mengangguk “Baiklah, kalau begitu ayo kita masuk kedalam”, “Nanti aku menyusul, bu” ketika bibi Maham Anga hendak mengikuti ibu Hamida masuk kedalam rumah tiba tiba dia menoleh dan bertanya ke Jalal “Oh iya, aku dengar kamu sudah menikah, dimana istri barumu Jalal ?” Jalal tersenyum sambil menunjuk kearah Jodha yang sedang melakukan yoga dipinggir kolam renang “Nanti akan aku kenalkan, bibi” bibi Maham Anga langsung mengangguk kemudian berlalu dari hadapan Jalal menuju ke dalam rumah bersama ibu Hamida, sementara itu Jalal mendekati Jodha yang masih asyik melakukan yoga. “Jodha ...” Jodha hanya melirik kearah suaminya “Kamu sudah selesai ? Hari ini kita kedatangan tamu”, “Siapa ... ?” Jodha penasaran dengan tamu yang datang sore ini dirumah ibu mertuanya “Dia bibi Maham Anga, adik kandung ayahku, aku ingin mengenalkan kamu padanya, jadi lebih baik segera selesaikan yogamu itu”, “Baiklah, nanti aku akan menyusul, kamu mandilah dulu saja” Jalalpun mengangguk dan segera berlalu meninggalkan Jodha sendiri disana. Setelah selesai mandi dan berdandan Jalal dan Jodha segera menemui tamu mereka di ruang keluarga, saat itu ibu Hamida, Bhaksi dan Mehtab sudah ada disana, sementara itu ketika Jodha melihat tamu ibu mertuanya, dilihatnya seroang perempuan separuh baya dengan dandanannya yang glamour yang sedikit norak menurut ukuran Jodha, saat itu bibi Maham Anga sedang menghisap rokok putihnya, asap rokoknya mengepul kemana mana, Jodha langsung tidak suka begitu bertemu dengan perempuan paruh baya ini. “Selamat sore semua ...” Jalal langsung menyapa mereka yang ada disana, “Selamat sore, Jalal ... nah, Jodha, kenalkan ini bibi Maham Anga adik kandung ayahnya Jalal, ayoo beri salam” Jodha menganggukkan kepalanya kemudian menyambut lengan bibi Maham Anga dan menciumnya lembut “Jadi ini istri baru Jalal, cantik juga ... pintar kamu mencari istri Jalal” ujar bibi Maham Anga sambil menghembuskan asap rokoknya “Maaf, bibi ... Bukannya aku tidak sopan tapi sekali lagi maaf, saat ini saya sedang hamil dan Mehtab juga masih bayi, ada baiknya kalau anda tidak menghisap rokok anda disini” bibi Maham Anga langsung mengernyitkan dahinya sebagai tanda tidak suka “Maksud Jodha baik, Maham ... Ini demi kesehatan semuanya dan lagi kamu ini dari dulu sampai sekarang tidak berubah, masih saja terus merokok”, “Baiklah ... Aku matikan rokokku ini tapi terus terang berani juga istrimu ini, Jalal ... dia ini baru pertama kali bertemu denganku tapi dia langsung bisa menunjukkan sikapnya padaku tanpa basa basi” Jalal tersenyum sambil memandang Jodha yang menatapnya dengan pandangan tegas “Istriku ini memang lain daripada yang lain, bibi ... baru beberapa menit saja, bibi sudah menuruti kemauannya” bibi Maham Anga memandang Jodha dengan tatapan sombongnya “Aku bukannya menurutinya tapi aku menghormati ibumu, Jalal ... dan lagi memang benar, aku tidak boleh merokok didekat orang hamil dan bayi” bibi Maham Anga kemudian mengalihkan pandangannya kearah Mehtab “Anakmu cantik sekali, Bhaksi ... persis seperti kamu waktu kecil, bukan begitu, kak ?” ibu Hamida hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Bibi, ngomong ngomong kalau boleh aku tau kemana saja kamu selama ini ?” bibi Maham Anga tersenyum sinis memandang Jalal “Dimana lagi, Jalal kalau bukan ditempat yang kumuh, sempit dan berdesak desakkan, siapa yang mau menerima bibimu yang hina ini ?” bibi Maham Anga langsung teringat ketika dulu ayah Jalal, Humayun mengusirnya dari rumahnya ketika dirinya ketahuan berjudi dan menghabiskan semua harta peninggalan kedua orangtuanya, saat itu Jalal baru saja bercerai dengan Rukayah “Pergi kamu dari sini, Maham Anga ! Aku tidak sudi punya adik seperti kamu !”, “Kak, jangan kak .... Jangan usir aku, kak .... Aku minta maaf, kak” bibi Maham Anga memohon dengan amat sangat agar ayah Jalal mau memaafkannya “Maafku sudah habis, Maham ! Selama ini aku sudah memaafkanmu, mencoba menerima kamu apa adanya tapi kamu memang adik yang tidak tahu diuntung !” ayah Jalal benar benar murka saat itu begitu mengetahui adiknya menghabiskan semua harta peninggalan kedua orangtuanya dimeja judi “Apa lagi yang kamu habiskan ? Bagianmu sendiri dan harta benda kedua orangtua kita sudah kamu habiskan ! Lalu kamu mau menghabiskan hartaku juga ? Tidak ! semua harta ini adalah milik anak anakku, milik Jalal dan Bhaksi, kamu tidak berhak memilikinya, Maham ! Jadi lebih baik kamu pergi ! Segera angkat kaki dari rumahku ini, ambil semua barang barangmu sekarang juga ! Pergi kamu Maham Anga !” sesaat bibi Maham Anga mengepalkan tangannya, “Lalu siapa gadis ini, Maham ... dari tadi kamu belum mengenalkannya pada kami” bibi Maham Anga tersenyum mendengar pertanyaan kakak iparnya, ibu Hamidah “Kak Hamidah, apakah kamu ingat dengan Ratu Chand ?” ibu Hamida langsung mengernyitkan dahinya mencoba mengingat “Ratu Chand ? Maksudmu sekretaris Humayun ? Ada apa dengan dia” bibi Maham tersenyum sambil membelai rambut gadis tersebut “Gadis ini adalah anak Ratu Chand, namanya Nigar dan kamu tahu kak Hamida siapa ayah gadis ini ?”, “Siapa Maham ?” ibu Hamida sangat penasaran dengan ucapan bibi Maham Anga “Nigar coba kamu tunjukkan album fotomu” gadis yang bernama Nigar langsung menuruti perintah bibi Maham Anga, diambilnya sebuah album foto dari dalam tasnya dan ditaruhnya diatas meja, Jalal yang juga penasaran dari tadi langsung mengambil album foto tersebut dan dibukanya perlahan lahan disebelah ibunya, foto foto tersebut bisa menggambarkan dengan jelas perjalanan kisah Nigar dari bayi hingga dirinya dewasa bersama kedua orangtuanya yaitu Ratu Chand dan seorang laki laki yang sangat Jalal kenal dengan dekat yang tak lain adalah ayahnya sendiri, pak Humayun “Tidak mungkin ! Tidak mungkin ini !” ibu Hamida langsung membelalakkan matanya kearah bibi Maham Anga “Kamu pasti berbohong, Maham ! Jangan kamu buat cerita yang tidak tidak pada almarhum kakakmu sendiri ! Ini tidak lucu, Maham !” semua yang hadir disana tegang begitu melihat album foto Nigar “Ibu tenang, ibu ... Sabar ... Sabar” Jodha berusaha menenangkan ibu mertuanya “Bagaimana bibi bisa mengatakan bahwa ayah Nigar adalah ayahku sendiri ?” bibi Maham Anga langsung tertawa begitu mendengar pertanyaan Jalal “Akulah saksinya, Jalal ... Ratu Chand itu adalah temanku sendiri, sekretaris ayahmu, ayahmu sudah menikahinya ketika usiamu baru 12 tahun ! Akulah saksinya Jalal, apa perlu aku tunjukkan foto pernikahan mereka, apa aku perlu tunjukkan dimasjid mana mereka menikah ?” sesaat mereka terdiam “Jodha, tolong kamu bawa Nigar ke kamar tamu, biar dia istirahat dulu” Jodha langsung mengerti maksud Jalal, bergegas dia mengajak Nigar untuk naik kelantai atas menuju kamar tamu, Nigar menurutinya, sementara dibawah diruang keluarga ... Jalal, ibu Hamida dan Bhaksi masih memiliki beribu pertanyaan ke bibi Maham Anga, sepeninggal Jodha dan Nigar, ibu Hamida langsung terduduk lemas dikursi “Ibu ... Ibu tidak apa apa ?” Bhaksi nampak panik dengan keadaan ibunya, ibu Hamida hanya menggeleng lemah “Tapi kenapa Humayun tidak mengatakan semua ini ke aku, Maham ? Akulah istri sahnya, kalau dia hendak menikah lagi, dia seharusnya mendapatkan persetujuan dari aku” nada bicara ibu Hamida terdengar lemas, “Apakah kamu lupa, kak Hamida ? Ketika kak Humayun menanyakan tentang poligami padamu, apa jawabanmu ? Kamu menolaknya kan ?”, “Kalau ayah sudah tahu ibu menolaknya, lalu kenapa ayah tetap menikahi bibi Ratu Chand ?” kali ini giliran Jalal yang menyerang bibi Maham Anga “Jalal sayang ... kamu ini pura pura naif atau memang naif sih ? Jelas saja ayahmu harus menikahi Ratu Chand karena Ratu Chand telah mengandung anaknya, simple kan ? dan anak itu adalah Nigar”, “Lalu dimana Ratu Chand sekarang, Maham ?” bibi Maham Anga tiba tiba merubah ekspresi wajahnya yang tadinya tertawa senang menjadi ekspresi yang sedih “Itulah kak Hamida, yang mau aku katakan padamu, itu juga alasan aku membawa Nigar kerumah ini” Jalal semakin penasaran “Memangnya ada apa, bibi ?”, “Ratu Chand telah meninggal satu bulan yang lalu, Jalal ... Adik tirimu itu sekarang tidak punya siapa siapa lagi, aku pikir kalian adalah keluarganya sekarang makanya aku bawa dia kesini agar dia mendapat cinta dan kasih sayang kalian dan lagi ada satu hal yang harus aku ungkapkan kembali ke kalian ...” sesaat bibi Maham Anga terdiam kemudian diambilnya secarik kertas dari dalam tasnya, Jalal bisa melihatnya dengan jelas sebuah surat bersegel yang telah dilaminating “Sejak kelahiran Nigar, kak Humayun membuat sebuah surat resmi untuknya”, “Apa isinya ?” Jalal semakin penasaran “Isinya ... kelak kalau Nigar berusia 18 tahun, dia berhak mendapatkan warisannya dikeluarga ini, oleh karena itulah, dia aku bawa ke kesini, kamu bisa membacanya sendiri, Jalal” bibi Maham Anga langsung menyerahkan surat bersegel tersebut ke Jalal, Jalal membacanya dengan seksama setiap kata per kata, disana dilihatnya ada tanda tangan pamannya Athgah Khan dan nama notaris sebagai saksi “Jadi paman Athgah Khan sudah tahu semua ini dari dulu, kenapa dia tidak menceritakannya padaku ?” , “Bibi, pada saat ayah meninggal kenapa bibi Ratu Chand tidak mengatakan yang sebenarnya pada kami ? Kenapa baru sekarang ?” kali ini Bhaksi Bano yang mulai angkat bicara “Karena waktu itu usia Nigar baru 16 tahun, Bhaksi ... Ratu Chand merasa belum layak untuk menunjukkan dirinya dihadapan kalian tapi ketika usia Nigar sudah berusia 18 tahun, dia malah meninggalkan anak perempuannya itu” bibi Maham Anga pura pura sedih dihadapan keluarga kakak kandungnya, sementara Jalal masih belum percaya dengan ucapan bibi Maham Anga sedangkan ibu Hamida masih terkulai lemas, dirinya tidak menyangka kalau suaminya yang dicintainya selama ini telah mengkhianati kesetiaannya tapi apalah daya, nasi telah menjadi bubur, saat ini dirinya malah mendapat tanggung jawab baru untuk membesarkan Nigar, anak tirinya tersebut. Bila Saatnya Tiba bag 43 by Sally Diandra.