Bila Saatnya Tiba bag 43 by Sally Diandra. Keesokan harinya, ketika Jalal sudah sampai di kantornya, Jalal segera menemui pamannya Athgah Khan, yang dulu merupakan orang kepercayaan ayahnya namun sudah dianggapnya sebagai pamannya sendiri “Paman, aku ingin bicara denganmu, aku tunggu dikantorku” paman Athgah Khan langsung menganggukkan kepalanya dan segera mengikuti Jalal masuk kedalam ruang kantor Jalal. “Duduklah, paman ... ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu” Jalal segera mengeluarkan secarik kertas bersegel yang kemarin diberikan oleh bibi Maham Anga “Apa paman bisa menjelaskan soal ini ?” paman Athgah Khan segera membaca surat bersegel yang diberikan Jalal, sesaat kemudian paman Athgah membacanya dengan seksama, paman Athgah Khan langsung teringat peristiwa 18 tahun silam ketika Humayun memutuskan menikahi Ratu Chand, sekretarisnya “Humayun, kamu gila ! Anak yang dikandungnya itu bukan anakmu, kenapa kamu mau menikahinya ? pakai otak warasmu !”, “Aku kasihan padanya, Athgah Khan ... dia telah diperkosa oleh orang yang tidak dia kenal dan sekarang dia hamil akibat perbuatan orang itu, kalau sampai tidak ada yang menyelamatkannya, dia bisa depresi, Athgah Khan”, “Tapi kenapa kamu yang harus berkorban untuknya ? Bagaimana perasaan Hamidah dan anak anakmu kalau mereka mengetahui semua ini ?”, “Jangan kau katakan apapun pada mereka, Athgah Khan ! Ingat itu !” lama paman Athgah Khan berdiam diri sambil memandangi surat bersegel tersebut, sesaat paman Athgah Khan menghela nafas cukup dalam “Aku sudah cukup lama menyimpan rahasia ini, Jalal”, “Jadi semua ini benar paman ?” Athgah Khan menggelengkan kepala “Ada yang benar, ada yang tidak, Jalal ... Kamu harus percaya bahwa ayahmu tidak seperti yang dikatakan oleh bibimu Maham Anga, surat ini kamu dapatkan darinya kan ?” Jalal langsung menganggukkan kepalanya “Ayahmu memang menikahi Ratu Chand, tapi Nigar bukan anak ayahmu, ayahmu hanya menolong Ratu Chand yang saat itu sedang hamil karena korban perkosaan, Ratu Chand sempat depresi pada saat itu, ayahmu merasa iba dengan keadaannya” tampak Jalal berfikir cukup keras “Lalu apakah surat itu benar, paman ? Disitu tertulis kalau kamulah saksinya, tadinya kalau yang tertera hanya nama bibiku sendiri, aku tidak percaya, paman ... Kamu tau kan bagaimana dia ? Tapi begitu aku lihat ada namamu disana, aku jadi berfikiran lain” kembali paman Athgah Khan menghela nafas “Yaaa ... aku tau tentang surat ini, aku memang saksinya, ayahmu hanya ingin memberikan masa depan yang baik untuk Nigar walaupun dia bukan anaknya tapi ayahmu telah menganggapnya sebagai anaknya sendiri dan lagi kamu tahu, Jalal ... pernikahan ayahmu dengan Ratu Chand itu hanya formalitas semata, hanya untuk memberikan perlindungan dan status untuk Nigar, aku tau semua itu”, “Aku percaya padamu, paman ... Tapi sayangnya saat ini Ratu Chand sudah meninggal” paman Athgah Khan langsung kaget “Bibi Maham Anga yang mengatakannya dan saat ini Nigar sudah ada dirumah kami”, “Bibimu yang mengantarkannya ?” Jalal langsung menganggukkan kepalanya “Tapi aku tetap tidak percaya padanya, paman ... Kamu tahu kan bagaimana dia selama ini ? Ayahku saja sudah mengusirnya dari rumah” paman Athgah Khan menganggukkan kepalanya “Aku bisa memahami hal ini, Jalal”, “Tapi kalau memang itu yang diinginkan ayahku untuk memberikan masa depan yang lebih baik untuk Nigar, aku akan mewujudkannya, paman ...”, “Ayahmu pasti sangat bangga padamu, Jalal” Jalal hanya tersenyum mendengar ucapan pama Athgah Khan.
Sejak saat itu, keluarga Jalal menerima Nigar dengan tangan terbuka, ibu Hamida mencoba untuk menerima Nigar apa adanya, Nigar sudah dianggapnya sebagai anaknya sendiri dan Nigar mendapatkan sebuah kamar dirumah mereka, Jodha dan Bhaksi sangat senang mendapatkan Nigar sebagai adik mereka karena selain penurut, Nigar juga seorang gadis yang baik, pintar dan bisa menempatkan dirinya dimanapun dia berada, semua orang menyukai Nigar dan seperti janji Jalal, Nigar bisa kembali melanjutkan studynya ke universitas dengan mengambil jurusan desain interior yang sesuai dengan passionnya. Sementara itu tiga bulan kemudian perceraian Bhaksi akhirnya berhasil diputuskan, sedangkan Maham Anga tetap tidak mendapatkan tempat dirumah Jalal, namun sebagai tanda baktinya pada bibinya sebagai adik kandung ayahnya, Jalal memberinya sebuah rumah minimalis sebagai hadiah untuk bibinya yang masih juga melajang hingga sekarang. Dan tepat ketika usia kandungan Jodha sudah menginjak usia 7 bulan tepatnya dibulan September, Jodha diwisuda dengan nilai cum laude atau sangat memuaskan.
“Malam ini untuk semua yang hadir disini, aku ucapkan selamat datang dan selamat menikmati pesta yang khusus aku buat untuk istriku, Jodha yang baru saja diwisuda tadi pagi dan juga untuk anakku ini yang sekarang sudah berusia 7 bulan” Jalal langsung mengusap usap perut Jodha yang mulai gendut, sementara semua tamu yang hadir disana tertawa senang melihat kemesraan mereka berdua, tak lama kemudian tiba tiba Sukaniya mendekati Jodha dan berbisik pelan ditelinganya “Kak Jodha, ada tamu di depan yang sedang menunggu kakak”, “Siapa ?”, “Liat aja sendiri ... Ayoook” Sukaniya langsung menggandeng lengan Jodha, Jodhapun menurutinya, Jalal yang saat itu sedang mengobrol dengan beberapa tamunya sempat sekilas melihat Jodha pergi meninggalkan ruangan pesta itu bersama Sukaniya namun Jalal tidak menghiraukannya. Saat itu ketika Jodha sudah sampai diteras depan dilihatnya ada seorang pria yang sedang berdiri membelakanginya, Jodha benar benar penasaran dengan tamu yang datang ke pestanya itu “Maaf ... Anda ingin bertemu dengan saya ?” laki laki itu langsung membalikkan badannya “Apa kabar, Jodha ?” Jodha benar benar kaget karena laki laki yang berdiri didepannya kali ini adalah Suryaban “Suryaban ?” Jodha langsung memeluk Suryaban erat, ada kerinduan yang cukup mendalam terhadap mantan pacarnya itu “Bagaimana kabarmu ?”, “Aku baik baik saja, Jodha ... seperti yang kamu lihat, see ? Hei ... sebentar lagi aku bakal punya ponakan rupanya, sudah berapa bulan ?”, “Tujuh bulan, tak terasa kita sudah lama tidak bertemu yaa, bagaimana studymu ?”, “Studyku baik baik saja, Jodha ... Oh iya aku belum mengucapkan selamat untuk nilai cum laudemu, aku sudah menduganya dari dulu” Jodha langsung menonjokkan kepalan tangannya dibahu Suryaban, Suryaban sangat rindu dengan moment moment mereka seperti itu “Darimana kamu tahu nilaiku cum laude ?”, “Aku sudah bilang kan tadi kalau aku sudah menduganya dari dulu ? Hahahaha ...” Suryaban tertawa kecil “Aku taunya dari Sukaniya tadi tapi aku sudah menduga dari dulu, Jodha”, “Iyaa iyaa aku kalah dengan kamu, aku memang selalu kalah denganmu” Suryaban langsung mengacak ngacak rambut Jodha, sementara Jodha tertawa terbahak bahak namun tepat pada saat itu dari kejauhan Jalal mulai menghampiri mereka berdua, Jalal bisa melihat dengan jelas ketika Suryaban mengacak ngacak rambut Jodha, walaupun Jalal tau kalau Suryaban telah mengikhlaskan Jodha untuknya tapi tetap saja rasa cemburu itu ada bila melihat mereka berdua seperti malam ini.
Jalal tidak tahan menahan gemuruh di dalam dadanya, bergegas Jalal mendekati Jodha dan Suryaban “Sayang ... kenapa kamu tidak mengajak tamumu masuk ke dalam ?” Jodha dan Suryaban langsung menoleh kearah Jalal “Sayang, lihat siapa yang datang ? Teman jauh kita” Jodha langsung mendekati Jalal dan melingkarkan lengannya dipinggang Jalal sementara Jalal langsung merangkul bahu Jodha seolah olah ingin mengatakan pada Suryaban kalau Jodha tidak bisa diganggu gugat lagi “Apa kabar Suryaban ?” Jalal langsung menyalami Suryaban “Baik, everything is fine”, “Kapan kamu datang ?”, “Sebenarnya dari kemarin aku sudah datang tapi tadi pagi aku kesiangan jadi baru bisa memberi Jodha selamat pada malam ini”, “Jadi maksudmu kamu terbang 13 jam lamanya hanya untuk memberikan selamat untuk Jodha ?” sesaat Suryaban tersenyum “Aku sudah janji padanya, Jalal ... Bukan begitu Jodha ?” Jodha hanya tersenyum “Iya sayang, Suryaban sudah berjanji kalau dia akan pulang kalau aku wisuda dan malam ini dia sudah membuktikannya” Suryaban tersenyum memandang kearah Jalal dan Jodha “Kalau begitu bagaimana kalau kita masuk kedalam ?” Jalal meminta Suryaban untuk masuk ke dalam ruangan pesta, Suryabanpun menurutinya, Jalal langsung membimbing Jodha masuk kedalam. Dengan tertatih tatih Jodha menuruti ajakan Jalal masuk kedalam rumah, tiba tiba Jodha mengerang kesakitan “Aaaaahhhh ....” Jalal langsung panik “Jodha, kamu kenapa ?” Jodha hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya “Aku nggak papa, sayang ... Si kembar sedang bergurau rupanya didalam” Jodha langsung memegang lengan Jalal dan diletakkannya di salah satu sisi perutnya dimana tadi salah satu anaknya menendang dengan hebat “Coba raba sebelah sini, kamu akan merasakan gerakannya, gimana ? Terasa ?” Jalal sangat gembira sekali bisa merasakan gerakan anak kembarnya didalam perut Jodha “Kalian nakal rupanya yaaa, sampai sampai ibu kalian mengerang kesakitan” Jodha tersenyum melihat ulah suaminya, sementara dari kejauhan Suryaban melihat mereka dengan perasaan sedih “Suryaban ! Apa kabar ? Ayooo gabung sama teman teman yang lain !” Moti segera menggeret lengan Suryaban untuk ikut berbaur bersama sama teman teman kampus mereka, “Sayang, aku capek ... Aku mau tidur, kamu sendiri saja ya yang menemani tamu tamu” Jalal langsung mengangguk “Iya, kamu harus istirahat ... Dari tadi pagi kamu belum istirahat kan ? Ayooo aku antar kamu ke kamar” Jodha menuruti ajakan suaminya.
Sementara itu bibi Maham Anga sangat menikmati pesta kelulusan Jodha, sejak tadi tidak henti hentinya dia ikut bernyanyi nyanyi seperti para penyanyi yang menghibur mereka malam itu sambil terus mengepulkan asap rokoknya dan ketika dilihatnya Nigar melewati dirinya, segera bibi Maham Anga memanggilnya “Nigar !” Nigar yang saat itu sedang bersama Shivani langsung menghentikan langkahnya “Shivani, aku mau ke bibi Maham Anga dulu ya, nanti aku menyusul” Shivani langsung mengangguk, bergegas Nigar mendekati bibi Maham Anga “Ada apa bibi ?”, “Sini kamu !” bibi Maham Anga segera membentaknya dan menggeretnya ke tempat yang agak sepi “Nigar ! Kapan kamu akan menjalankan rencana kita ?” Nigar langsung kaget dengan pertanyaan bibi Maham Anga “Bibi, aku sudah merasa puas dengan keadaanku saat ini, aku tidak butuh yang lain, aku nggak mau, bibi .... Apalagi mereka sudah sangat baik padaku, aku tidak mau menyakiti mereka, bibi” bibi Maham Anga langsung berbisik dengan nada mengancam “Apakah kamu lupa apa tujuanmu datang kerumah ini, Nigar ! Kamu jangan seperti kacang yang lupa pada kulitnya, Nigar ! Siapa yang membuat kamu seperti ini ! Kalau bukan aku ! dan ini sudah cukup lama, Nigar ! Sampai kapan kamu akan melakukannya ? Malam ini adalah malam yang tepat !” Nigar langsung seperti tercekik begitu mendengar ucapan bibi Maham Anga, Nigar merasa seperti tidak bisa bernafas, nafasnya tersengal sengal dan memburu, dadanya naik turun dan peluh mulai bercucuran “Mana obat semprotmu ? Mana ?” bibi Maham Anga langsung meraba raba baju Nigar dan diambilnya obat semprot asma milik Nigar dari saku baju Nigar, Nigar memang selalu membawa obat semprot itu kemana mana, dirinya tidak bisa lepas dari obat semprot asmanya itu, kemudian segera bibi Maham Anga menyemprotkan obat tersebut dimulut Nigar dan tak lama kemudian Nigar sudah kembali bisa bernafas lega “Kamu ingat Nigar, jangan sampai kamu tidak bisa bernafas seperti tadi .... Kamu ingin tidak bisa bernafas seperti ibumu ?” Nigar langsung membelalakkan matanya menatap kearah bibi Maham Anga... Bila Saatnya Tiba bag 44 by Sally Diandra.