Rendezvous bah 44 by Sally Diandra. Jodha segera dilarikan ke rumah sakit milik ayah Jalal, begitu sampai disana paramedis segera menangani Jodha secepat kilat, Jalal mencoba menunggu dengan sabar tak lama kemudian dokter Humayun, ayah Jalal mendatangi Jalal “Jalal, apa yang terjadi dengan Jodha ?” dokter Humayun langsung panik begitu ketemu dengan anaknya ini “Ayah, ibu mana ?”, “Ibumu sedang dalam perjalanan kesini, ibumu yang mengabari ayah kalau Jodha sedang dibawa kemari, ada apa dengan dia ?”, “Selamat pagi dokter Humayun” Salima yang sedari tadi menemani Jalal ikut menyapa dokter Humayun “Selamat pagi, Salima” sementara Jalal bingung bagaimana menceritakan kejadian ini pada ayahnya “Jodha di culik, ayah dan saat ini dia pingsan, sejak aku menemukannya tadi di bandara, dia sudah tidak sadarkan diri” dokter Humayun kaget “Di bandara ? Jadi menantuku itu mau dibawa keluar negeri ?” Jalal menganggukkan kepalanya
“Iya, rencananya begitu dan pelakunya bukan orang baru tapi orang lama, aku pernah bertemu dengannya di diskotik Cassanova, dia yang menyulut perkelahian kami waktu itu ayah” dokter Humayun mengangguk anggukkan kepalanya “Ayah berharap semoga Jodha tidak apa apa, Jalal” tepat pada saat itu nyonya Hamida datang menghampiri mereka “Jalal .... bagaimana Jodha ?” Jalal segera berbalik begitu mendengar suara ibunya “Ibu, terima kasih sudah datang, aku sendiri tidak tahu, bu ... dokter yang memeriksanya belum keluar” ujar Jalal cemas
“Nyonya Hamida” Salima kali ini ikutan menyapa nyonya Hamida “Salima, kamu juga disini ?” Salima segera menganggukkan kepalanya “Saya tadi diberi tahu Jalal kalau Jodha menghilang dan ternyata Jalal bisa menemukannya di bandara, saya langsung menuju ke bandara“ ujar Salima dengan perasaan haru “Ibu berharap semoga saja Jodha tidak apa apa” ujar nyonya Hamida sedih “Apakah ibu sudah memberitahu soal ini ke keluarga Jodha ?” kali ini Jalal kembali buka suara, nyonya Hamida menganggukkan kepalanya “Ibu sudah bilang, mungkin sebentar lagi mereka datang”
Tak lama kemudian dokter yang mengecek kondisi Jodha keluar dari ruang observasi “Bagaimana dok ?” dokter Humayun segera menghampiri dokter itu “Dokter Humayun, saya harap menantu anda bisa melewati masa kritisnya malam ini” Jalal menangkap ada gejala yang aneh dari nada suara dokter Vinod yang memeriksa Jodha “Maksudnya ?” dokter Vinod menghela nafas dalam sambil memandang Jalal “Sabar Jalal, aku dan teamku sudah berusaha semaksimal mungkin menolong istrimu, istrimu tidak hanya di bius tapi dia juga mengkonsumsi heroin hingga overdosis, selama ini dia tidak pernah mengkonsumsi narkoba kan ?” ujar dokter Vinod penuh selidik “Tidak ! Tidak, dok ! Istriku tidak pernah mengkonsumsi barang haram itu !” ujar Jalal sambil menggelengkan kepalanya dengan keras “Jodha, tidak mengkonsumsi narkoba, dok ! Saya yakin sekali, saya tahu bagaimana Jodha, dia sangat memperhatikan kesehatannya” ujar Salima yang sedari tadi hanya bisa terdiam mendengarkan semua pembicaraan mereka.
“Aku juga berfikiran seperti itu karena kadar heroinnya terlalu banyak hingga overdosis, itulah mengapa dia lama sekali tidak sadarkan diri, istrimu mengalami koma, malam ini adalah malam kritis baginya, aku berharap istrimu bisa segera melewati malam ini dengan baik” Jalal segera berbalik menuju tembok dan meninjukan kepalan tangannya disana “Kurang ajar ! Rupanya dia ingin membuat Jodha menjadi kecanduan” dokter Vinod menganggukkan kepalanya “Itu benar, Jalal ... heroin memang merupakan zat yang mempunyai daya ketergantungan sangat tinggi dan pemakainya bisa dipastikan akan menjadi sangat ketergantungan” Jalal terperangah mendengar penjelasan dokter Vinod
“Maksud, dokter ? Istriku juga bisa jadi ketergantungan dengan barang itu ?” ujar Jalal dengan tatapan tidak percaya, sementara nyonya Hamida dan Salima hanya bisa merasa sedih mendengar pembicaraan mereka, dokter Humayun segera merengkuh istrinya itu untuk bersandar di bahunya, sementara dokter Vinod menghela nafas panjang “Setelah dosis terakhir, pemakai biasanya mulai mengalami gejala penarikan ringan sekitar 4 hingga 8 jam setelahnya, Ini akan semakin buruk sampai titik tertinggi pada hari kedua, bila dia tidak menggunakan lagi” sesaat dokter Vinod terdiam, Jalal masih terus menanti penjelasan selanjutnya dari dokter Vinod, salah satu dokter terbaik yang dimiliki rumah sakit ayah Jalal ini dan semua yang hadir disana merasa tegang.
“Setelah itu, merupakan hari terburuk bagi pemakai, dia akan merasa ketergantungan yang sangat luar biasa, atau biasa kita sebut sakaw, dia akan merasakan sakit kepala yang luar biasa, tulang tulang dan sendi sendinya terasa sangat ngilu, demam, kadang juga disertai muntah, mata dan hidungnya terus berair, mudah kedinginan, biasanya menggigil dan banyak berkeringat dingin, dia juga akan depresi dan sangat mudah marah serta insomnia” nyonya Hamida menutupi mulutnya mendengar penjelasan dokter Vinod, nyonya Hamida tidak mampu membayangkan bila Jodha mengalami hal semacam itu nanti, sementara Jalal membelalakkan matanya, sedangkan Salima merasa pipinya basah karena airmata, Salima merasa iba dengan Jodha “Kenapa ada orang yang berusaha menjerumuskan Jodha ke jurang kenistaan, apa salah Jodha ?” bathin Salima dalam hati geram
“Lalu sampai berapa hari dia akan seperti itu terus, dok ?” suara Jalal mulai terdengar “Gejala itu hanya dalam beberapa hari, Jalal” kali ini dokter Humayun ikut menimpali pembicaraan mereka “Itu benar yang dikatakan ayahmu, gejala itu hanya dalam beberapa hari, ketika dia sedang seperti itu, kuatkan hatimu Jalal, jangan berikan apa yang dia inginkan, hal ini demi kebaikkannya, gejala gawat ini biasanya mulai membaik pada hari kelima dan menghilang dalam 7 hingga 10 hari” nyonya Hamida mengelus elus lengan Jalal bermaksud menguatkan anaknya itu
“Kamu harus selalu bersamanya, Jalal ... karena mungkin Jodha bisa sakaw sewaktu waktu” Jalal hanya bisa menganggukkan kepalanya “Iya, ibu ... aku akan selalu menemaninya”, “Dan ibu fikir, persoalan heroin ini, tidak usah kamu ceritakan ke keluarga Jodha, lebih baik hanya kita yang tahu soal ini” Jalal kembali menganggukkan kepalanya “Kalau begitu, sekarang saya permisi dulu, setelah ini Jodha akan di pindah ke kamar yang sudah kami siapkan”, “Silahkan dokter Vinod, terima kasih atas bantuannya” dokter Humayun segera mengulurkan tangannya dan disambut oleh dokter Vinod, Jalal pun melakukan hal yang sama “Terima kasih, dokter Vinod” ujar Jalal, kemudian dokter Vinod berlalu meninggalkan mereka.
Sepeninggal dokter Vinod, tak lama kemudian pintu utama ruang observasi pun terbuka, tampak Jodha sedang terbaring di atas tempat tidur di dorong oleh beberapa paramedis yang menanganinya, nyonya Hamida, Jalal, Salima dan dokter Humayun segera mengikuti mereka dari belakang menuju ke kamar Jodha, setelah Jodha ditempatkan di kamarnya, paramedis itupun segera berlalu.
Nyonya Hamida mendekati Jodha yang masih terbujur lemas di tempat tidur, dibelainya wajah Jodha lembut dan dicium keningnya sambil menangis, dokter Humayun segera merengkuh nyonya Hamida dalam pelukkannya, sementara Jalal yang berada di sebrang mereka hanya bisa menatap nanar kearah Jodha, sedangkan Salima yang berdiri di ujung tempat tidur Jodha juga masih meneteskan airmata melihat Jodha terbaring tidak berdaya “Jalal, lebih baik ayah bawa ibumu ke ruang kerja ayah, agar ibumu bisa beristirahat sementara disana” Jalal hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah katapun, dokter Humayun dan nyonya Hamida segera berlalu meninggalkan Jalal seorang diri bersama Jodha dan Salima.
Jalal duduk di sebuah kursi disamping Jodha, dipegangnya tangan Jodha lalu di ciumnya lembut dan tiba tiba Jalal menangis sesenggukkan, Jalah menumpahkan segela kesedihannya didepan Jodha, Salima segera menghampiri Jalal kemudian memegang bahu Jalal memberikan Jalal kekuatan “Terima kasih, Salima ... selama ini kamu telah membantu kami begitu banyak”, Tidak, tidak, Jalal ... bantuanku tidak seberapa, aku malah membuat kalian berdua berpisah, gara gara kasus Lamour’ itu, hingga akhirnya Jodha seperti ini, aku menyesal, aku minta maaf” Jalal menggelengkan kepalanya
“Yang lalu biarlah berlalu, sekarang kita menatap masa depan, aku hanya berharap Jodha tidak mengalami gejala yang seperti dikatakan oleh dokter Vinod tadi”, “Aku juga berharap seperti itu, semoga Jodha baik baik saja, kalau begitu aku pamit dulu, Jalal ... aku mau ke kantor dulu, nanti sore atau malam aku kesini lagi” Jalal segera berdiri dan mengulurkan tangannya ke Salima “Terima kasih, Salima” Salima hanya mengangguk kemudian bergegas meninggalkan Jalal. Sepeninggal Salima, kembali Jalal terduduk di samping Jodha sambil memperhatikan wajah istrinya yang tertidur pulas, dibelainya wajah Jodha perlahan
“Sayang, kamu bisa mendengar suaraku kan ? Aku yakin kamu tahu kalau aku ada di sini, aku ... aku mau minta maaf, kalau kemarin aku telah marah besar sama kamu, aku memang kadang tidak bisa mengontrol emosiku sendiri ketika sedang marah, aku sungguh sangat menyesal dan aku tidak bermaksud mengusirmu kemarin” ujar Jalal sambil mencium tangan Jodha lembut sambil menyeka airmatanya “Kamu tahu ... Salima sudah menceritakan semuanya ke aku, kalau sebenarnya kamu tidak menginginkan kontrak itu, tapi sudahlah ... aku tidak ingin membahasnya, aku ingin kamu segera siuman, sayang” ujar Jalal sambil menangis sesenggukkan
“Cepat bangun, sayang ... aku sangat merindukanmu, aku rindu kebersamaan kita yang dulu, kamu ingat pertemuan kita pertama kali ? ketika kamu menatapku dengan tatapan sadismu ?” suara Jalal terdengar antara menangis dan tertawa
“Aku tidak bisa melupakan itu, bagiku pertemuan kita pertama kali merupakan sebuah rendezvous yang terindah, aku suka melihat tatapan sadismu, suaramu yang ketus, yang membuat adrenalinku naik, jujur sejak saat itu aku ingin sekali menaklukkanmu, kamu memang beda dari perempuan yang lain, kamu punya prinsip dan harga diri yang tinggi, aku ingin melihat itu lagi, sayang ... bangunlah, sayang ... kita rajut lagi mimpi mimpi kita” ujar Jalal sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Jodha kemudian mencium kening Jodha lembut
Sementara tanpa Jalal sadari, Rukayah sudah memasuki kamar Jodha dan berdiri di ujung tempat tidur sambil memperhatikan Jalal yang sedang mencium kening Jodha “Aku tidak tahu, apa maunya orang itu, kenapa dia begitu tega membuat kamu seperti ini, aku sangat berharap kalau kamu tidak kecanduan akan barang laknat itu, sayang” ujar Jalal sambil membelai belai wajah Jodha “Jalal ...” Jalal kaget ketika ada suara dibelakangnya, Jalal segera menoleh dan dilihatnya Rukayah sedang berdiri di ujung tempat tidur Jodha sambil membawa sekeranjang buah buahan, Rukayah segera menaruh buah buahan itu di meja dekat tempat tidur Jodha dan berdiri di sebrang Jalal
“Aku segera kesini, setelah mendengar kabar tentang Jodha dari ibumu, bagaimana keadaannya ?” ujar Rukayah dengan sikap pedulinya “Seperti yang kamu lihat, Jodha masih belum sadarkan diri, dia telah dibius dan diberi heroin hingga overdosis” Rukayah terperangah mendengarnya “Heroin ?” Rukayah pura pura kaget, Jalal hanya mengangguk lemah “Sabar ya, Jalal ... aku harap tidak terjadi sesuatu apapun pada Jodha, semoga dia baik baik saja” tiba tiba saja pintu kamar Jodha terkuak, ibu dan ayah Jodha mulai memasuki kamar Jodha
“Jodhaaaaaa ...” bu Meinawati langsung menghambur memeluk Jodha “Kamu kenapa, nak ? Kenapa semalam kamu tidak pulang kerumah ?” bu Meinawati mulai menangis histeris “Ibu, tenang ibu ... Ibu tenang” ujar pak Bharmal sambil mengangkat tubuh istrinya itu “Bagaimana ini bisa terjadi, Jalal ?” ujar bu Meinawati sambil terus menangis, tak lama kemudian Jalal mulai menceritakan kronologi ceritanya, Rukayah yang ada disana mendengarkan dengan seksama cerita Jalal sambil tersenyum sinis “Sebentar lagi kamu akan mampus, Jodha ! Aku bisa pastikan itu ! Kita tunggu saja tanggal mainnya” bathin Rukayah dalam hati Rendezvous bah 44 by Sally Diandra.