Rendezvous bag 43 by Sally Diandra. Di apartemen Kevin, setelah Jodha benar benar terkulai lemas, Syatifudin segera menyuruh anak buahnya untuk melepas ikatan di tangan Jodha dan mulai menggendong Jodha “Kamu harus menjaganya, jangan sampai dia terbangun, kalau dia mulai terbangun, kamu harus menyuntikkannya lagi !” perintah Syarifudin pada anak buahnya “Baik, tuan !” Syarifudin segera menggendong Jodha dan membawanya ke kamar Kevin “Malam ini lebih baik kamu tidur disini dulu, sayang ... besok kamu bisa tidur di ranjang pengantin kita, semuanya sudah siap, Milan telah menanti kehadiranmu” ujar Syarifudin sambil membelai belai paras Jodha yang memukau “Kamu memang luar biasa, dalam keadaan tidurpun kamu tetap mempesona, aku tak heran kalau banyak pria yang mengagumimu, sayang ... lihat” ujar Syarifudin sambil melihat ke sekeliling kamar Kevin yang dipenuhi dengan gambar Jodha dengan berbagai macam pose “Kamu bisa lihat kan Jodha, betapa laki laki malang ini, meregang nyawanya demi kamu, ternyata dia begitu menggilai kamu ... lihat seluruh kamar ini, ruangan ini dipenuhi oleh fotomu, malang benar nasibnya ... cinta tak di dapat nyawa pun melayang, bodoh sekali dia, iya kan, Jodha ?” Jodha hanya diam saja tidak bereaksi apapun
“Kalau aku, aku tidak akan bodoh seperti dia, Jodha ... karena aku pake ini” ujar Syarifudin sambil menunjuk ke arah dahi disebelah kanan “Semuanya telah aku atur serapi mungkin dan besok aku yakin, kamu pasti akan menyerahkan dirimu sendiri padaku, tanpa aku minta, kamu pasti akan bertekuk lutut di hadapanku” uja Syarifudin sambil tertawa terpingkal pingkal membayangkan suasana romantis yang akan mereka lalui bersama besok di Milan, Italia “Selamat malam ratuku, tidurlah yang nyenyak, besok kita akan menempuh perjalanan yang sangat jauuuuuh sekaliiiii dan tidak akan kembali lagi” ujar Syarifudin sambil membelai wajah Jodha kembali kemudian mencium dahi Jodha dan meninggalkannya disana
Keesokan harinya, pagi pagi sekali Jalal sudah bangun, setelah selesai mandi kurang lebih sekitar pukul 6 pagi Jalal mencoba menelfon ke rumah orang tua Jodha untuk mencari tahu keberadaan Jodha disana “Selamat pagi, Jalal... apa kabar ?” terdengar suara ibu Meinawati begitu riang begitu mendengar menantunya menelfonnya “Selamat pagi, ibu ... semua sehat sehat saja kan ?” Jalal mulai membuka suaranya “Sehat, kami semua alhamdulilah sehat semua disini, bagaimana kabar Jodha ?” Jalal langsung tertegun “Bukannya Jodha semalam menginap di rumah ibu ?” ibu Meinawati ganti terdiam “Iya sih, semalam Jodha telfon ibu kalau dia mau menginap di rumah tapi kami tunggu sampai tadi malam, dia kok nggak datang datang juga ?” Jalal sangat shock begitu mendengar penjelasan ibu mertuanya “Jalal ... Jalal, kamu kenapa ?” ibu Meinawati mengulang ulang memanggil nama Jalal ketika Jalal hanya terdiam tidak ada suara apapun, hanya suara hembusan angin “Iyaa, ibu ... maaf” ujar Jalal begitu menyadari kalau dirinya tidak menggubris panggilan ibu mertuanya “Maaf, ibu ... kalau begitu, nanti saya telfon lagi”, “Ada apa, Jalal ? Jodha kenapa ?” suara ibu Meinawati mulai terdengar cemas “Tidak, tidak ada apa apa, bu ... Jodha baik baik saja, nanti aku telfon ibu lagi, selamat pagi, bu” Jalal segera memutuskan sambungan telfonnya.
“Kemana, Jodha ? Semalam mobilnya masuk ke bengkel, namun Jodha tidak menginap di rumah ibunya ? Lalu dimana dia menginap semalam ?” bathin Jalal dalam hati, secepat kilat Jalal segera menelfon semua teman teman Jodha, mulai dari Moti sahabat Jodha yang paling dekat kemudian Salima managernya, mereka semua menjawab dengan nada serupa bahwa Jodha tidak bersama dengan mereka, mereka malah langsung panik begitu tau Jodha menghilang.
Jalal mencoba berfikir keras, bagaimana caranya mencari Jodha ? Sementara Jodha tidak menggunakan mobilnya karena hanya lewat GPS itu Jalal bisa mengetahui keberadaan Jodha, “GPS ? Kenapa aku tidak berfikir dari tadi ? Bukankah Jodha juga selalu membawa GPS mini portablenya ? Ooh Tuhan semoga masih ada harapan, tolong aku Tuhan” Jalal langsung teringat kalau dirinya pernah memberikan sebuah GPS portable mini untuk Jodha, bergegas di bukanya lagi ponsel andronya dan mulai di lacaknya keberadaan Jodha melalui GPS tersebut “C’mon c’mon ... C’mon Jodha, where are you ?” tak lama kemudian Jalal mendapati keberadaan Jodha di sebuah apartemen “Binggo ! Apartemen siapa ini ?” namun tanpa pikir panjang Jalal segera mengganti bajunya dan bergegas hendak menyusul Jodha ke apartemen tersebut.
“Tejwan ! Kamu ikut denganku” ujar Jalal ketika sudah sampai di dapur “Tuan, apa tidak sarapan dulu ?” Shivani menatap Jalal keheranan “Tidak, Shivani ! Tidak sempat, Tejwan kamu keluarkan mobilku, ini kuncinya ! Kamu yang setir ya” ujar Jalal sambil melemparkan kunci mobilnya ke arah Tejwan, Tejwan segera menangkapnya “Baik, tuan !” Tejwan segera menuju ke garasi mobil dan mulai memanasi mobil Jalal, sementara Jalal kali ini sibuk dengan tab-nya “Heiii ,,, mau kemana dia ?” ujar Jalal sambil memperhatikan tab-nya yang kali ini di gunakannya untuk memantau posisi Jodha “Aku pergi dulu, Shivani !”, “Baik, tuan” Shivani langsung mengekor di belakang Jalal menuju ke garasi, di jalan Tejwan sudah siap dengan BMW roadster hitam Jalal, Jalal segera menelfon seseorang “MIrza Hakim, pagi ini kamu ikut aku !”, “Wait ... Wait ... Wait ... Ikut kemana, kak ?” suara di ujung sana nampak terheran heran “Ini soal hidup dan mati, aku merasa ada yang tidak beres yang terjadi pada Jodha” ujar Jalal sambil masih berdiri di depan rumahnya “Memangnya kak Jodha gak di rumah ?” Jalal menghela nafas, pertanyaan Mirza menuntut sebuah jawaban “Ceritanya panjang, nanti aku ceritakan, sekarang lebih baik kamu ikuti instruksiku, kamu bawa beberapa orang orang kita ke ...” tiba tiba Jalal terdiam sesaat “Mirza, aku rasa Jodha mau ke bandara, bener bener ada yang tidak beres ini” suara Jalal terdengar lagi “Bandara ? Oke aku langsung meluncur ke sana, kak !”, “Oke ! Keep in touch ya !” ujar Jalal kemudian segera memutus sambungan telfonnya dan segera memasuki mobil “Kita ke bandara, Tejwan ! Cepat ya !” perintah Jalal, Tejwan segera mengerti kalau tuannya ini sedang terburu buru, Tejwan segera meluncurkan mobil sport mewah itu secepat mungkin menembus jalanan ibukota.
Sepanjang perjalanan Jalal terus memantau pergerakan Jodha melalui tab-nya, tiba tiba ponsel Jalal berdering, Jalal segera mengangkatnya “Jalal, gimana ? Ada kabar tentang Jodha ?” kali ini suara Salima yang terdengar “Tadi aku bisa melacak posisinya masih berada di sebuah apartemen, tapi kali ini dia sudah bergerak ke arah bandara, Salima”, “Bandara ? Mau kemana, Jodha ? Sepertinya ada yang aneh karena Jodha tidak ada rencana untuk terbang ke LN, Jalal” suara Salima terdengar cemas kali ini “Aku juga curiga, Salima ... sepertinya ada yang tidak beres, bisa jadi Jodha di bawa oleh seseorang tapi siapa dia ? Itu yang jadi pertanyaanku” ujar Jalal cemas “Kalau begitu aku ikut ke bandara, saat ini aku juga sedang dalam perjalanan”, “Oke, keep in touch denganku, kita ketemu di bandara, see you” ujar Jalal kemudian memencet tombol off-nya. Pagi ini semua orang merasa tegang dan bertanya tanya dengan siapa Jodha saat ini ? Dan mengapa dia mau pergi ke luar negeri tanpa pemberitahuan apapun.
Setibanya di jalan masuk bandara, Jalal bisa melihat kalau kali ini posisi Jodha sudah sampai di pintu gerbang keberangkatan penerbangan luar negeri, Jalal segera menginstruksikan ke Mirza Hakim dan Salima untuk menuju ke pintu gerbang penerbangan luar negeri, jantung Jalal semakin berdegup sangat kencang “Ya Tuhan, hentikan mereka, aku mohon Tuhan ... jangan sampai Jodha terbang pagi ini, aku mohon” bathin Jalal cemas. Sementara itu Syarifudin dan Jodha sudah sampai di bandara, dengan dibantu anak buahnya, Syarifudin mengeluarkan Jodha dari dalam mobil dan diletakkannya di kursi roda, Syarifudin mendadani Jodha seperti orang sakit dengan syal besar yang menutupi tubuhnya untuk menutupi ikatan yang mengikat Jodha di kursi roda itu kemudian memberinya topi lebar dan kacamata hitam dan menyandarkan kepala Jodha di tubuh Syarifudin agar tetap menengadah, agar orang orang mengira Jodha sedang duduk bukan sedang tertidur, sementara tas Jodha diletakkan Syarifudin diatas pangkuan Jodha dengan kedua tangannya di atas tas tersebut. Syarifudin berusaha serileks mungkin mendorong Jodha masuk ke dalam terminal bandara, dua orang anak buahnya berjalan dibelakang mereka sambil menjinjing barang barang bawaan Syarifudin, begitu sampai di loket untuk check - in, Syarifudin menyuruh anak buahnya untuk menemani Jodha yang masih tidak sadarkan diri, sementara dirinya mulai mengantri di antrean yang panjang, sedangkan Jalal sudah semakin mendekati gerbang keberangkatan penerbangan luar negeri “Mirza Hakim, saat ini Jodha sudah masuk ke dalam terminal bandara, mungkin dia sedang mengantri di loket untuk check - in, mudah mudahan antriannya lama”, “Baik, kak ! Aku juga sudah mulai mendekat, kita ketemu disana” ujar Mirza Hakim tegang, Jalal pun merasa tegang, sepanjang perjalanan Jalal terus berdoa agar Jodha tidak jadi terbang.
Setelah melewati antrian yang cukup panjang di loket check - in, Syarifudin bergegas menghampiri Jodha yang masih terduduk di kursi roda “Semuanya nampaknya lancar lancar saja sampai saat ini” bisik Syarifudin pada anak buahnya “Tapi ingat kalian berdua tetap waspada, jangan sampai lengah, apalagi kalau ada hal hal yang mencurigakan, kalian mengerti ?” bisik Syarifudin lagi “Siap boss ! Kami selalu waspada !”, “Bagus ! Ayoo kita berangkat, masih ada dua tempat lagi yang harus kita lewati” ujar Syarifudin sambil kembali mendorong Jodha ke arah boarding room, dimana ada beberapa security yang berjaga di gerbang pemeriksaan barang dan orang sebelum memasuki ruang tunggu itu “Berhenti !” belum juga sampai di pintu pengecekan barang yang tinggal selangkah lagi, sepasang security bandara menghentikan Syarifudin “Ada apa, pak ?” Syarifudin berusaha setenang mungkin menghadapi dua security ini “Maaf apakah perempuan ini istri anda ?” tanya security tersebut sambil menunjuk ke arah Jodha “Iyaa, pak ... Ini istri saya, kenapa ?” security itu menatap Syarifudin dengan pandangan menyelidik “Apakah istri anda tidak bisa berjalan ? Nyonya apakah anda ...” belum juga selesai security itu bertanya ke Jodha, Syarifudin segera menjawab “Iyaaa, istri saya memang tidak bisa berjalan, itulah mengapa saya harus membawanya ke luar negeri untuk pengobatan” sela Syarifudin “Apakah ada surat pengantar atau sertifikat medis yang menjelaskan kondisi istri anda ?” Syarifudin terkejut karena ternyata hal tersebut di luar dugaan, Syarifudin baru ingat kalau membawa orang sakit dalam pesawat terbang harus membawa sertifikat medis dan kali ini Syarifudin tidak mempunyai surat tersebut.
Sementara itu di luar terminal Jalal dan Mirza Hakim telah sampai disana beriringan, Jalal segera keluar dari mobilnya, Mirza Hakim pun menyusul “Bagaimana, kak ? Sekarang dimana kak Jodha ?”, “Saat ini dia ada tempat pengecekkan barang, ayooo kita kesana !” Jalal dan Mirza segera berlari masuk ke dalam bandara diikuti oleh beberapa orang suruhannya, hingga akhirnya mereka berdua sampai di tempat pengecekkan barang tersebut, Jalal berputar putar melihat kesana kemari tapi tidak menemukan sosok Jodha, namun posisi GPS nya berada sangat kuat sekali di tempat tersebut “Mana kak Jodha, kak ? Kok gak ada ?”, “Tetap waspada, Mirza ... mungkin Jodha dibuat menyamar, coba kamu perhatikan baik baik orang orang yang ada disekitar sini” ujar Jalal sambil terus mengawasi orang orang yang ada disekitarnya, hingga akhirnya ekor matanya melihat ke arah seorang laki laki yang sedang ngobrol dengan security bandara, dilihat dari wajahnya yang tampak dari samping, Jalal merasa sangat familiar dengan wajah tersebut tapi dimana ? Dan ketika Jalal semakin mendekat ke arah mereka, posisi signal GPS Jodha semakin kuat, Jalal langsung curiga, apalagi ketika dilihatnya ada seorang perempuan yang sedang duduk di kursi roda bersama laki laki itu, namun ketika Jalal mendekat, kedua pengawal Syarifudin mencoba menghalangi langkah Jalal.
“Ada apa, tuan ? Anda mau bertemu siapa ?” ujar pengawal Syarifudin yang menghalangi Jalal “Aku mau bertemu dengan tuan kalian, rasanya aku mengenalnya, bolehkah aku bertemu dengannya ?” saat itu Syarifudin yang mendengar suara pengawalnya, segera menoleh ke belakang dan melihat Jalal sedang ngobrol dengan mereka, tepat pada saat itu Jalal juga menatap kearahnya, Jalal langsung teringat kalau laki laki ini adalah laki laki yang pernah menghentikannya ketika membawa Jodha keluar dari diskotik Cassanova beberapa bulan yang lalu “Heiii ! Kamu !” ujar Jalal sambil menuding kearah Syarifudin, tanpa pikir panjang Syarifudin segera mendorong kedua security di depannya dengan kursi roda Jodha dan segera melarikan Jodha menjauh dari Jalal, sementara Jalal yang hendak mengejar Syarifudin, segera dihentikan oleh pengawal Syarifudin namun orang orang suruhan Mirza Hakim segera menantangnya dan terjadi baku hantam di antara mereka, sehingga Jalal bisa lepas dari orang orang itu dan mulai mengejar Syarifudin “Pak, segera tangkap orang itu ! Dia melarikan istri saya !” teriak Jalal pada kedua security tadi, akhirnya mereka berempat termasuk Mirza Hakim mulai mengejar Syarifudin yang lari tunggang langgang di depannya.
“Berhenti !” teriak Jalal sambil terengah engah ketika akhirnya Syarifudin terpojok di sudut ruangan, Syarifudin menyeringai sinis “Mau jadi pahlawan kesiangan, bung ? Nih ambil istrimu !” ujar Syarifudin sambil menyorong kursi roda Jodha dengan keras kearah Jalal, Jalal segera menghentikannya dan kedua security tadi yang sudah sampai di dekat mereka segera mengacungkan senjatanya ke arah Syarifudin “Angkat tangan !” ujar security tersebut, Syarifudin hanya tersenyum sinis sambil mengangkat kedua tangannya ke atas. Sementara Jalal yang berhasil menangkap kursi roda Jodha segera mengecek kondisi Jodha yang saat itu masih terkulai lemas “Jodha ! Jodha !” ujar Jalal sambil membuka topi lebarnya dan kacamata hitamnya namun Jodha hanya terpejam tidak sadarkan diri “Jodha ... kamu kenapa sayang ? Ini aku Jalal ! Jodha buka matamu !” Jalal berusaha menyadarkan Jodha namun Jodha tetap diam saja tidak bergeming, Jalal baru menyadari kalau Jodha ternyata di bius oleh Syarifudin, dengan amarah yang memuncak Jalal segera menghampiri Syarifudin yang saat itu baru hendak di borgol oleh security namun segera menghindar dan berlari menjauhi mereka, Jalal segera mengejar Syarifudin dan langsung merobohkan Syarifudin dengan lompatan tubuhnya yang mengenai tubuh Syarifudin dan menindihnya “Kamu apakan istriku ? Jawab ! Kamu apakan istriku !” berulang kali Jalal melesakkan bogem mentahnya ke arah muka Syarifudin bertubi tubi dengan amarah yang tidak tertahankan hingga Syarifudin babak belur di hajar Jalal.
“Kak Jalal, sudah kak ! Sudah hentikan ! Biar dia ditangani yang berwajib !” Mirza Hakim segera melerai kakaknya yang masih dalam keadaan marah dengan rambut gondrongnya yang acak acakan, mata melotot dan nafas terengah engah, saat itu Salima juga sudah ada disana langsung menghampiri Jodha “Jodha ... kamu kenapa Jodha ?” Salima merasa cemas melihat kondisi Jodha yang diam terpejam tidak sadarkan diri, sementara itu Syarifudin langsung di bekuk oleh security bandara dan dibawa ke kantor keamanan mereka, sedangkan Jalal segera menghampiri Jodha kembali bersama Mirza Hakim “Jalal, kita harus segera membawa Jodha ke klinik” ujar Salima panik, Jalal mengangguk dan langsung membawa Jodha ke klinik yang ada didalam bandara. Setelah kondisi Jodha selesai di cek, Jodha segera dilarikan ke rumah sakit terdekat dengan ambulans, Jalal menemani Jodha bersama Salima didalam ambulans, sepanjang perjalanan Jalal terus berada disamping Jodha sambil menciumi tangan dan wajah Jodha sambil sesekali menangis tidak tahan melihat kondisi Jodha yang seperti itu, Salima yang duduk di sebelah Jalal hanya bisa menangis haru melihat kondisi mereka... Rendezvous bag 44 by Sally Diandra.