Takdir bag 46 by Tahniat. Sepanjang perjalanan, air mata di pipi Jodha tak berhenti menetes. Rasa sesal di dasar hati membuatnya tak berdaya untuk menghentikan air mata. Dia merasa keji karena telah menilai Jalal dan menuduhnya yang bukan-bukan. Taksi tiba di depan pintu gerbang Singhania corp. Sebelum keluar dari taksi, Jodha lebih dulu mengeringkan air matanya. Meski itu sama sekali tidak membantu menutupi mata merah dan muka sembab nya. Jodha memasuki gedung Singhania Corp sambil menundukan kepala dan berusaha sebanyak mungkin menghindari tatapan para pegawai yang berpapasan dengannya. Tiba di lantai 8, Jodha segera bergegas menuju ke kantor Jalal. Karina yang melihat Jodha mengangguk dengan hormat. Jodha balas memgangguk kearahnya. Tanpa izin, Jodha membuka pintu dan menerobos masuk. Jalal sedang mendiskusikan sesuatu dengan Rahul dan 2 orang pegawainya. Kedatangan Jodha, Jalal segera berdiri, begitu pula Rahul dan ke 2 pegawainya. Begitu melihat Jalal, air mata kembali menetes di pipi Jodha.
Melihat air mata Jodha dan wajah sembabnya, Jalal terlihat bingung dan panik, dia bergegas melangkah kearah Jodha. Melihat itu, tanpa perlu di perintah, Rahul mengajak kedua pegawainya meninggalkan Jodha dan Jalal. Setelah hanya mereka berdua, Jalal mendekati Jodha, sangat dekat. Jalal mengurlukan tangannya untuk mengusap air mata di pipi Jodha sambil bertanya dengan cemas, “Jodha, ada apa?” Jodha tidak menjawab, dia menghambur memeluk Jalal. Jalal balas memeluknya dengan raut wajah heran, cemas dan bingung yang jadi satu. Jalal menempuk-nepuk punggung Jidha dengan lembut. Jodha menangis terisak-isak. Setelah isakannya sedikit reda, Jalal merenggangkan pelukannya. Dia memegang bahu Jodha dan menarik tubuhnya kebelakang.
“Ada apa, Jodha?” tanya Jalal sambil mengamati wajah Jodha dengan seksama. Jodha kembali memeluk Jalal dan berbisik, “maafkan aku.” Jalal bertanya, “maaf untuk apa?” Jodha melepas pelukannya dan sambil melihat ke ujung sepatu Jalal, Jodha menjawab lirih, “karena telah mengataimu picik, berpikiran sempit dan tidak bijaksana…” Jalal terperangga tak percaya, “kau menangis karena mengataiku picik?” Jodha mengangguk, “aku menyesal..! Aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku tidak tahu…” Jalal memotong, “tidak tahu apa?”
Jodha mengangkat wajahnya menatap jalal, “tidak tahu kalau kau membantu penyembuhan Ranvir. Kenapa tidak memberitahu aku? Kenapa menyembunyikannya dariku? Kenapa membiarkan aku salah paham padamu? Kenapa..” Jalal menutup mulut Jodha dengan tanganya, dan menatapnya dengan mesra, “karena aku tidak tahu, apakah para medis itu akan berhasil menyembuhkan Ranvir. Aku tidak ingin memberimu harapan palsu. Aku merasa bersalah ketika melihat kondisinya…” Jodha menatap Jalal tak percaya, “kau menjenguk Ranvir?” Jalal mengangguk, “begitu kau mengatakan kondisinya, aku segera menjenguknya, untuk melihat kondisinya dengan mata kepalaku sendiri. Bukan aku tidak percaya padamu… tapi para wanita.. terkadang terlalu melebih-lebihkan sesuatu saat terbawa perasaan.” Jodha mencubit perut Jalal, Jalal mengadu kesakitan. Jodha melingkarkan tangannya di perut Jalal, dan mendongak menatap jalal sambil berkata, “seharusnya kau memberitahuku agar aku tidak mengataimu dengan hal-hal buruk itu.” Jalal menyentuh dagu Jodha, “kau mengataiku karen aaku mengatimu lebih dahulu. Seharusnya aku yang meminta maaf padamu. Kau tahu, aku tidak bermaksud mengataimu begitu. Aku hanya kelepasan….” Jodha tersenyum, “aku sudah memaafkanmu. Aku tahu kau selalu hilang kendali saat marah atau cemburu!” Jalal terbelalak dan protes, “aku tidak cemburu! Aku hanya…” Jodha tak mau mendengar sangkalan Jalal, dia menutup mulut Jalal dengan bibirnya. Jalal mengulum bibir Jodha dengan lembut dan mesra. Jodha membalasnya. Mereka berciuman… lama dan intens.
Jalal merasakan jantungnya berdetak cepat dan tidak beraturan. Andrenalinya terpompa oleh gairah dan rasa bahagia. Hanya tuhan yang tahu betapa dia sangat merindukan Jodha. Ingin menyentuhnya, memilikinya. Tapi keangkuhan telah membuat dia mengabaikan ‘cinta’nya, ‘kekasih’nya. Jalal tidak tahu seberapa besar cintanya pada Jodha, yang dia tahu..tidak melihat Jodha sehari saja, hidupnya tidak bahagia. Tanpa Jodha dia merasa hidupnya tidak sempurna. Jalal selalu berdoa dalam hati, semoga Jodha mempunyai perasaan yang sama padanya.
Jodha memang mempunyai perasaan yang sama seperti yang di rasakan Jalal padanya. Tapi dia tidak tahu apakah Jalal mencintainya sebesar dia mencintai Jalal. Karena itu dia selalu berusaha menekan perasaannya agar tidak kecewa. Dia tahu siapa Jalal, ada banyak wanita dalam hidupnya. Dia ingat semua yang di katakan Benazir. Tapi Jodha mencoba untuk tidak perduli. Saat ini Jodha hanya ingin menikmati hidupnya bersama Jalal, bila suatu saat nanti, ternyata apa yang di katakan oleh Benazir benar… setidaknya dia telah siap mental.
Malamnya, kemesraan mereka berdua berlanjut. Jalal membopong Jodha ke kamarnya. Jalal seperti orang yang sedang menagih hutang yang mendapat bayaran lunas sekaligus menerima bunganya. Jalal menyentuh dan merapa setiap lekuk tubuh Jodha seolah memastikan kalau itu adalah tubuh yang sama yang telah di milikinya beberapa hari lalu. Di setiap bagian yang di sentuhnya, dia meninggalkan tanda. Semakin terlena, semakin banyak tanda di buatnya… dan pada puncaknya………
Benar kata orang, “seorang wanita tidak akan dapat merubah seorang pria karena dia mencintainya, tapi seorang pria akan berubah demi wanita yang di cintainya” Itu riil, nyata. Cinta merubah manusia, merubah penampilannya, kelakuannya tapi tidak sifat dasarnya. Seperti Jalal, dia berubah setelah mengenal Jodha. Jalal menjadi sangat penyayang, perhatian, dan penuh perasaan, tapi ketika marah, dia lupa segalanya. Lupa siapa dirinya, lupa orang yang di cintainya. Dan Jodha hanya harus berupaya satu hal, yaitu mengontrol emosi Jalal, menjaganya agar tidak marah. Sedikit demi sedikit, Jodha menarik Jalal agar kembali dekat dengan ibunya, Hamida bano dan menghormati suami ibunya Mr Khan. Jalal mulai membuka diri dan mempercayai Jodha. Dia menceritakan kisah tersedih dalam hidupnya yang selalu di simpannya sendiri. Kisah tentang adiknya, Bakshi bano yang gila, yang kini sedang menjalani perawatan di rumah sakit jiwa, setelah kekasihnya, pria yang sangat di cintainya menolak untuk menikahinya ketika mengetahui kalau dia hamil akibat perbuatannya. Karena terlalu sedih, kandungan Bakshi keguguran, dan bakshi mengalami depresi yang amat sangat yang sulit untuk di sembuhkan. Beberapa kali Bakshi mencoba untuk bunuh diri. Karena itu Jalal terpaksa mengirimnya agar di rawat di rumah sakit Jiwa terbaik di India yang terdapat di Agra. Jodha meminta Jalal agar mengajaknya menemui Bakshi suatu hari nanti. Jalal berjanji.
Hari pun berganti. Keakraban Jodha dan Jalal semakin hari semakin berkembang. Rutinitas mereka tidak berubah, siang pergi kerja dan malam melakukan ‘pekerjaan rumah’. Jalal sangat menyukai anak-anak dan dia ingin punya anak sendiri dari Jodha. Walaupun hampir setiap malam melakukan ‘pekerjaan rumah’ tapi rupanya tuhan belum mempercayai mereka. Setiap kali periode Jodha tiba, Jalal dengan penuh kasih sayang menghiburnya. Dan mereka tidak berhenti berupaya. Keinginan dan harapan yang sama menyatukan mereka. Membuat mereka saling bergantung antara satu dengan yang lain, saling melengkapi dan menemani. Dengan cinta dan kasih sayang, mereka merubah kehampaan menjadi kebahagiaan. Hingga pada suatu hari kebahagiaan mereka ternodai.
Jodha tidak pernah mengenal wanita itu. Jalal juga tidak pernah bercerita padanya. Namun begitu, dengan besar hati dan respek yang tak terkira, Jodha menerimanya untuk tinggal besama mereka. Ruqaiya namanya. Jalal memberitahu Jodha kalau Ruqaiya adalah sepupu jauhnya yang kini sedang mempunyai masalah sangat berat dalam hidupnya. Tapi tentu saja tidak semua hal tentang Ruqaiya di beritahukan Jalal pada Jodha. Bagian di mana Ruqaiya pernah sangat mencintai Jalal di lewatinya. Karena dia tidak ingin Jodha cemburu dan bersikap tidak baik pada Ruqaiya. Andai saja Jalal mau menceritakan nya pada Jodha….
Jalal dan Ruqaiya sangat dekat, karena mereka tumbuh besar bersama. Humayun, ayah Jalal sebelum meninggal pernah berniat menjodohkan Jalal dan Ruqaiya. Tapi niat Humayun tidak terlaksana karena dia keburu meninggal dunia. Ruqaiya sangat mencintai Jalal, tapi Jalal hanya menganggap Ruq seperti adiknya sendiri saja. Ruq yang patah hati, pergi ke luar negeri dan tinggal di sana untuk beberapa lama. Kota besar seperti London telah merubah tabiat seroang wanita India yang sopan dan cenderung menjaga kehormatan. Setelah bertahun-tahun di luar negeri Ruq kembali ke India dengan calon bayi dalam kandungannya.
Sore itu sepulang kerja,Jodha memberitahu Jalal kalau Ruq tidak keluar dari kamarnya seharian. Jalal menemui Ruq. Jalal sangat marah ketika Ruq memberitahu tentang kehamilannya. Tapi tidak bisa beruat apa-apa. Dia teringat insiden yang menimpa adiknya Bakshi bano. Dia tak ingin hal yang sama terulang kembali pada sepupunya itu. Jalal juga memikirkan bayi yang tak berdosa yang di kandung Ruqaiya. Kalal berjanji dia akan mencarikan suami yang layak untuk Ruq. Tapi Ruq menolak. Ruq ingin Jalal yang menikahinya….
“Bagaimana mungkin aku menikahimu, Ruq? Aku sudah beristri…aku sudah punya Jodha,” ucap jalal dengan putus asa. Ruqaiya tidak mau mengerti, “kau bisa menjadikan aku istri keduamu. Aku bisa terima..”
“Tapi Jodha tidak akan mau menerima” tolak Jalal. Ruq menyakinkan, “dia pasti menerima. Kau pria Jalal, kau berkuasa. Dan lagi dia adalah Rajvanshi, suami adalah dewa baginya.” Jalal tetap menolak, “tapi tidak dalam hal ini. Dia mungkin akan menerimanya, tapi harga dirinya akan terluka dan dia tidak akan bahagia. Dan aku tidak bisa melihatnya tidak bahagia, Ruq.” Hanya membayangkan Jodha ketidakbahagiaan Jodha saja, Jalal sudah menderita. Apalagi kalu harus benar-benar melihat wanita yang di cintainya merana.
“Aku tidak bisa menikahimu, Ruq. Tapi aku berjaanji, aku akan mencarikan pria yang baik sebagai suamimu dan sebagai ayah untuk bayi dalam kandunganmu.”
“Aku tidak mau pria lain, Jalal. Aku hanya ingin dirimu… dirimu yang akan menjadi ayah dari bayi ini. Aku mencintaimu, Jalal. Cintaku padamu tak pernah berubah. Demi aku dan bayi ini, ku mohon nikahilah aku!” Ruqaiya mendekati Jalal dan memeluknya, “hanya kau yang bisa menolong bayi ini. Kalau kau tidak mau menjadi ayahnya, aku akan mengugurkannya.”
Jalal melepaskan pelukan Ruq, “apakah kau gila? Mengugurkan kandungan bukan hanya berdosa tapi juga membahayakan nyawamu sendiri.”
“Apakah ada pilihan lain? Aku hanya ingin dirimu, saja,” Ruq bergayut manja di pundak Jalal, “aku tidak punya pilihan, tapi kau punya. Menikahiku atau aku mengugurkan bayi ini.” Jalal sangat kebingungan. Otaknya terasa tumpul, dia tak bisa berpikir . Ruq terus mendesak, “apa pilihanmu jalal? Kau harus mengatakannya sekarang, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Semakin lama bayi dalam kandunganku akan semakin berkembang, resikonya sangat besar kalau ku gugurkan.”
Jalal terlihat panik, “beri aku waktu, Ruq. Aku akan bicara dengan Jodha.” Ruq tersenyum menyerigai, “kalau kau tidak berani mengatakannya, biar aku saja yang bicara padanya. “ jalal berteriak cepat, “tidak! Aku sendiri yang akan mengatakan pada Jodha..”
“Mengatakan apa?” tanpa di sadari oleh Jalal dan Ruq, Jodha sudah berdiri di depan pintu dengan tatapan ingin tahu. Ruq tersenyum licik….. Takdir bag 47