Bila Saatnya Tiba bag 11 by Sally Diandra. Lembayung senja sudah menampakkan semburat warnanya di langit, warnanya yang merah kekuningan itu melukiskan sebuah pemandangan yang tidak bisa diucapkan dengan kata kata, Jodha sangat menyukai warna lembayung senja dimana pergantian antara sore hingga ke malam hari itu kadang sering menciptakan suasana yang romantis. Dan saat itu Jodha masih berusaha bersabar menunggu Jalal yang sedang memeriksa surat perjanjian pra nikah mereka yang baru berupa draft rancangan, “Aku tidak setuju dengan point terakhir” Jalal mulai membuka keheningan diantara mereka berempat, “Maksud anda yang Jodha meminta kamarnya sendiri ?” tanya pak Abu Mali, “Tidak bisa begitu, Jalal … mana bisa aku berkonsentrasi dengan skripsiku sementara kamu ada didalam kamarku, aku nggak bisa kerja kalau ada orang, aku butuh konsentrasi” bela Jodha, “Lalu … apa yang harus aku katakan pada ibu, begitu dia tahu kita tidur dikamar yang berbeda ? bagaimana pandangannya nanti ?” , “Kamu kan bisa saja mengatakan kalau aku sangat butuh kosnentrasi untuk skripsiku, beres kan ?” , “Tidak semudah itu, Jodha !” Jalal mulai bicara dengan nada tinggi tapi kemudian tidak dilanjutkan ucapannya, “Aku tau ini hanya akal akalan mu saja kan, agar kamu bisa tidur denganku ?” , “Kalau aku jawab iya, lalu kenapa ? kita toh kan nanti suami istri ! yang pasti aku tidak setuju dengan point terakhir !” Jalal mulai lagi meninggikan suaranya, “Sudah sudah … jangan bertengkar, nggak enak dilihat orang lain” Moti berusaha untuk melerai, “Sudah sudah, sekarang lebih baik kita ambil jalan tengahnya saja, Jodha menginginkan sebuah kamar pribadi agar dia bisa menyelesaikan skripsinya, Jalal menginginkan kamar bersama agar mereka bisa tidur berdua dalam satu kamar agar tidak ada pertanyaan dari pihak keluarga, bukan begitu ?” pak Abu Mali mencoba menengahi permasalahan mereka, “Baikklah … begini saja, Jodha tetap bisa menyelesaikan skripsinya dikamarnya tapi begitu waktu jam tidur tiba Jodha bisa pindah ke kamar Jalal, bagaimana ?” , “Yup ! aku setuju dan buat batas waktu juga jam 9 malam dia sudah harus menyelesaikan semuanya” kata Jalal dengan senyum nakalnya, sementara Jodha langsung memicingkan matanya tanda tidak suka dengan ucapan Jalal “Apa jam 9 malam ? tidak ! aku tidak mau … jam 12 itu baru benar” balas Jodha dengan senyum mengembang, “Apa jam 12 malam ? itu sudah tengah malam, orang yang bekerja atau menyelesaikan tugas sampai tengah malam, itu tidak baik, bukan begitu pak Abu Mali ? paling tidak untuk kesehatannya tidak bagus, iya kan ?” kata Jalal sambil mencari dukungan dari pak Abu Mali, pak Abu Mali hanya tersenyum sambil mengangguk anggukkan kepalanya, sehingga akhirnya dicapai kata sepakat jam 10 malam Jodha harus pindah ke kamar Jalal. “Tapi tolong tambahkan lagi pak Abu Mali, dia tidak boleh menyentuh aku tanpa seijinku !” tandas Jodha ketus, sementara Jalal langsung mengernyitkan dahinya sambil mengangkat tangannya keatas tapi tidak membantah, Jalal hanya memalingkan pandangannya kearah lain seperti sedang memikirkan sesuatu, “Baiklah, kalau begitu ... disini kalian sudah sepakat kan, tolong dengarkan baik baik, beberapa point yang diminta oleh Jodha dalam surat perjanjian pra nikahnya adalah semua urusan pribadi Jodha yang jadi aktifitasnya selama ini tidak boleh diganggu gugat, jadi Jodha bebas melakukan semua aktifitasnya seperti sekarang ini, seperti kuliah, menari, dan kegiatan yang lain, lalu selama Jodha berada dikamarnya sendiri, Jodha tidak mau diganggu gugat, Jalal tidak boleh masuk tanpa seijin Jodha, Jalal tidak boleh menyentuh Jodha tanpa seijin Jodha, dan setelah satu tahun kalian menikah, Jodha meminta agar Jalal menceraikan Jodha, bagaimana semua setuju, tidak ada yang perlu direvisi kan ?” pak Abu Mali langsung menatap kearah Jalal dan Jodha, “Ya ! aku setuju, pak !” Jodha langsung menjawab dengan mantap, sementara Jalal hanya menganggukkan kepala saja, bagi Jalal tidak ada keuntungan yang bisa dia ambil dari surat perjanjian pra nikah tersebut karena semuanya memberatkan pihaknya tapi dari hati Jalal yang paling dalam Jalal berkata : “Kamu tidak akan bisa lepas dariku begitu saja, Jodha … kita lihat saja nanti”.
Beberapa hari kemudian atau tepat setelah 40 hari kematian ayah Jodha, pesta pernikahan antara Jodha dan Jalal akhirnya terwujud, pesta yang berlangsung sangat sederhana dirumah Jodha itu, memang dibuat sedemikian rupa hanya untuk keluarga besar dan orang orang terdekat saja, Jodha tidak ingin diadakan resepsi besar besaran setelah selesai acara akad nikah, walaupun sebenarnya keluarga Jalal bisa mewujudkannya tapi karena Jodha memaksa hanya untuk orang terdekat saja yang bisa hadir di pesta pernikahannya, keluarga Jalal pun menyerah. Dengan balutan kebaya berwarna putih gading dan sanggul jawa yang menghias mahkota rambutnya, Jodha nampak kelihatan sangat anggun dan mempesona, wajah asli keturunan orang Jawa dengan matanya yang bulat, yang selalu tidak bisa membuat mata Jalal berkedip ketika memandangnya, ditambah hidungnya yang mancung dan bibir yang mungil semakin melengkapi kecantikan seorang priyayi Jawa, sementara itu Jalal yang mengenakan beskap (pakaian adat Jawa untuk pria) warna senada dengan kebaya Jodha yaitu putih gading juga tidak kalah menawan, apalagi dilengkapi dengan blangkon warna coklat emas yang menutupi kepalanya membuat Jalal yang memiliki wajah keturunan Eropa itu semakin menarik dimata para tamu yang hadir, khususnya para tamu wanita. Setelah acara akad nikah selesai, Jalal dan Jodha berbaur dengan para tamu yang datang yang ingin memberikan ucapan selamat untuk mereka, pesta kebun kecil kecilan yang diadakan Jodha dihari pernikahannya saat itu memang dibuat senyaman mungkin, sehingga Jodha bisa mendatangi tamunya satu per satu dan menyalami mereka secara langsung, begitu pula Jalal yang mendatangi tamu tamunya juga, sehingga tercipta suasana yang santai dan kekeluargaan. “Selamat yaa boss, akhirnya yee bisa nikah juga ama tu pere, gilingan deeeh weceee …” Reesham langsung merepet seperti mercon bantingan begitu mendapat kesempatan bisa dekat dengan Jalal, “Terima kasih, Reesham …” , “Trus mau honey moon kemindang nii, boss ???” , “Honey moon ? kemana yaa ?? belum terpikirkan, masih dalam rencana, lihat saja nanti” ujar Jalal sambil menikmati minuman yang tersedia dimeja, sambil mencari cari keberadaan Jodha yang tiba tiba menghilang dari sisinya, sementara itu diujung ruangan nampak Jodha sedang ngobrol dengan Moti sahabatnya dan beberapa tamu tamu yang lain dan ketika malam menjelang, ketika pesta telah usai dan tamu tamupun sudah meninggalkan rumah Jodha satu per satu, Jodha langsung masuk kekamarnya dan segera mengganti kebayanya dengan piyama kebesarannya lalu membersihkan semua riasan diwajahnya, tepat pada saat itu Jalal masuk kekamar Jodha yang merupakan kamar pengantin mereka, dari arah pintu Jalal memperhatikan Jodha dari pantulan kaca riasnya, sementara Jodha hanya memandangnya sekilas dengan muka masam lalu kembali membersihkan wajahnya, “Jangan lupa, besok kamu harus pindah kerumahku, Jodha” ujar Jalal sambil mencopot bajunya satu per satu, Jodha hanya diam saja tidak menyahut, setelah selesai semua dia bergegas merapikan semua perlengkapan baju yang dikenakan Jalal lalu ditaruhnya didalam tas “Aku suka kerapian, jangan suka main taruh barang dimana saja, itu rule number one !” kata Jodha sambil berlalu keluar kamarnya menuju kamar mandi, tak berapa lama kemudian Jodha sudah masuk lagi kekamarnya dengan muka yang agak sedikit basah, “Jadi masih banyak peraturan lagi yang harus aku patuhi untuk menjadi suamimu ? apakah surat perjanjian kemarin masih belum cukup ?” ujar Jalal yang saat itu sudah setengah berbaring ditempat tidur, “Untuk peraturan yang tadi tidak perlu ditulis disurat perjanjian kita tuan Jalalludin Muhammad Akbar, cukup diingat didalam otak” kata Jodha sambil menunjuk ke samping keningnya, “Aku mau tidur, selamat malam” kata Jodha sambil menaruh guling diantara mereka berdua lalu menatap tajam kearah Jalal dengan muka sedikit ketus dan memutar kepalanya membelakangi Jalal sehingga rambut panjangnya sedikit mengenai muka Jalal, aroma wangi dari rambut Jodha membuat Jalal ingin segera memeluk istrinya itu, tapi kemudian dia teringat kalau dirinya tidak boleh menyentuh Jodha tanpa seijinnya, Jalalpun hanya bisa menelan ludah kemudian membaringkan tubuhnya perlahan dan mulai memejamkan matanya. Beberapa menit kemudian ketika suasana hening mulai tercipta dikamar Jodha, ponsel Jodha yang tergeletak diatas meja tiba tiba saja berdering sangat keras, seketika itu juga Jodha langsung terbangun dan tersentak “Jam 12 malam … itu pasti Suryaban yang menelfon, bodohnya aku ,,, kenapa tidak aku matikan saja itu ponsel”bathin Jodha dalam hati, Jodha bergegas bangun dan langsung diraihnya ponsel tersebut, disana tertera nama Suryaban memanggil …. Bila Saatnya Tiba bag 12