Rendezvous bah 9 by Sally Diandra

Rendezvous bah 9 by Sally Diandra. “Jodha ! Dari mana saja kamu semalam ?” suara pak Bharmal ayah Jodha langsung menyambutnya begitu Jodha memasuki rumahnya pagi itu, Jodha benar benar panik ketika ayahnya memberondong sejumlah pertanyaan yang memojokkan Jodha “Ayah, sabar ayah ... anaknya kan juga baru pulang” ibu Meinawati, ibu Jodha berusaha menenangkan suaminya yang mulai kesal ke Jodha “Anakmu ini tidak bisa dibiarkan, bu ! Maunya apa sih dia ? Sudah betul betul dapat kerja dapat gaji yang tinggi ! tau tau dia keluar begitu saja !” Jodha terhenyak darimana ayahnya tau kalau dirinya telah keluar dari pekerjaan di tempat Madam Benazir ? “Dari mana ayah tau ?” kata kata itulah yang keluar pertama kali dari bibir mungil Jodha “Tau apa ? tau kamu keluar dari pekerjaanmu ?” pak Bharmal semakin meradang “Sudah sudah ayah ... tidak usah terlalu keras sama Jodha, ayah yang sabar”, “Bagaimana ayah bisa sabar, bu ... kalau anakmu berulah seperti ini !” sementara kedua orangtuanya sedang sibuk berdebat, Jodha hanya bisa diam mematung dihadapan mereka, sedangkan adiknya Sukaniya tiba tiba secara perlahan lahan mendekatinya tanpa ayah dan ibunya ketahui, lalu berbisik ketelinga Jodha “Tadi pagi ada orang yang nganterin barang barang kamu dari kantor bossmu itu, kak ... dari tadi aku sms, kok nggak dibales sih, aku kan udah kasih tau via sms”, “HPku low batt, semalem aku lupa nggak ngecas” bisik Jodha pelan sambil terus berdiri didepan ayah ibunya yang masih bersilang pendapat, sedangkan Sukaniya berdiri dibelakang Jodha “Emang semalam kamu nginep dimana ? Kenapa nggak pulang ?”, “Sukaniya ! Ngapain kamu disitu ?” bentakan pak Bharmal membuat kedua anak gadisnya itu kaget dan tegang “Eeeng aku cuma nanya aja kok, yah ... ke kak Jodha” Sukaniya jadi salah tingkah didepan ayahnya yang mulai mengamuk “Masuk sana ! Ayah mau bicara sama kakakmu ini, ayoo masuuuk !” dengan muka cemberut Sukaniya menggeret kakinya yang berat meninggalkan Jodha.
Redenvouz“Sekarang katakan sama ayah, kenapa sampai bossmu itu mengembalikkan semua barang barangmu itu !” terdengar suara ayahnya sedikit meninggi, membuat tubuh Jodha bergidik “Katakan, Jodha ! Kenapa kamu diam saja ?” pak Bharmal agak geram dengan aksi bungkam Jodha “Jodha, jangan diam saja, nak ... ayo sini duduk, jangan berdiri terus disitu dan katakan pada ayahmu apa yang terjadi sebenarnya” Jodha menuruti permintaan ibunya, dirinya bergegas mendekati ayah dan ibunya kemudian duduk didekat mereka “Sekarang ceritakan pada kami, apa yang terjadi, Jodha ? Sampai sampai semua barang barangmu dikembalikan oleh bossmu itu ?” suara ibunya yang meneduhkan cukup membuat Jodha nyaman, ibu Meinawati memang selalu bisa menjadi sahabat terbaik yang bisa mendengarkan semua keluh kesah Jodha, Jodha selalu merasa nyaman bila sudah mengutarakan semua permasalahannya pada ibunya ini “Ibu ... ayah ... sebelumnya aku mau minta maaf, maaf kalau Jodha sudah bikin ayah sama ibu panik, kemarin ada sebuah insiden kecil di venue yang membuat Madam Benazir meradang dan kebetulan akulah yang bertanggung jawab untuk hal itu, Madam Benazir tidak bisa mentoleransi hal itu, makanya aku langsung dipecat”, “Apaaa ??? Kamu dipecat ???” suara pak Bharmal terdengar kembali meninggi, Jodha hanya bisa menganggukkan kepalanya lemah “Kenapa bisa begitu Jodha ? Lalu bagaimana dengan hutang hutang ayah ? Bagaimana kita bisa membayarnya ?” pak Bharmalpun panik
“Tenang, ayah ... tenang ... aku janji, aku akan mencoba mencari pekerjaan yang lain, ayah”, “Iyaa ... tapi apakah ada yang mau menggaji kamu seperti Madam Benazir ? Seharusnya sebelum kamu berbuat kesalahan, kamu pikirkan dulu akibatnya, imbasnya pada keluargamu sendiri, Jodha ! Kalau sudah begini bagaimana kita bisa membayar hutang ayah ? Bisa bisa rumah ini akan diambil dari pihak Bank !”, “Ayah, jangan pesimis, ibu yakin Jodha pasti akan berusaha sebaik mungkin, bukan begitu, Jodha ? Dan lagi dipecat dari pekerjaan itu bukanlah akhir dari segalanya, iya kan ? Tapi ibu mau nanya sama kamu, Jodha ... semalam kamu menginap dimana ? Kamu janji ke ibu, tengah malam kamu pulang, kenapa sampai pagi begini baru muncul ?” kali ini pertanyaan ibunya yang membuat Jodha terpojok “Aku semalam menginap dirumah Moti, bu ... aku takut pulang kerumah”, “Moti sahabat SMAmu ?” Jodha mengangguk “Yaa sudah ... sekarang kamu sarapan dulu sana, lalu nanti bantu ibu masak ya”, “Beres, bu !” Jodha segera berlalu menuju ke kamarnya tapi baru beberapa langkah, pak Bharmal kembali berteriak “Jangan lupa cari lowongan kerja ! Yang gajinya seperti kemarin !” langkah Jodha langsung terasa berat, buah simalakama itupun runtuh dikepalanya, sebuah dilema yang cukup berat buat Jodha antara menghadapi nyanyian ayahnya setiap hari tentang lowongan kerja atau menerima tawaran Jalal kemarin, Jodha benar benar bimbang.
“Kak, pekerjaan ditempatku bekerja itu sudah full, mereka belum butuh lagi karyawan baru dan lagi kalaupun butuh, gajinya itu nggak seperti gaji kamu kemarin, apa kamu mau ? Kamu tahu sendiri kan gajinya restaurant siap saji itu seperti apa ?” sesampai di pintu kamarnya, Jodha langsung berbelok menuju ke kamar adiknya dan menanyakan lowongan kerja ditempat Sukaniya bekerja yaitu sebuah restaurant siap saji ternama dikotanya “Sebenarnya kalau buatku pribadi, pekerjaan apapun itu, itu nggak jadi masalah, Sukaniya ... cuma sekarang yang jadi masalah aku harus mencari kerja yang gajinya paling tidak menyamai seperti Madam Benazir, itu yang bikin aku bingung ... kamu tau sendiri kan separuh dari gajiku itu harus aku setorin ke bank agar rumah ini nggak disita, sementara kalau aku dapet pekerjaan baru, mungkin untuk bayar cicilan ke banknya aja nggak sanggup, haduuuuh ... gimana ini?” Jodha jadi teringat ketika dulu ayahnya meminjam uang ke bank untuk merenovasi rumah yang mereka tinggali ini, alih alih ingin membahagiakan anak anak dan cucunya serta menikmati masa tuanya dengan nyaman, pak Bharmal berupaya membuat istana kecilnya ini lebih cantik dan indah, namun ternyata biaya renovasi rumah tiba tiba saja membengkak tidak karuan hingga memaksa pak Bharmal untuk menyerahkan sertifikat rumahnya ini sebagai jaminan hutang di Bank.
Sementara itu dikantor Jalal, Jalal sudah kembali sibuk dengan klien kliennya yang membutuhkan bantuannya sebagai penasehat keuangan mereka, namun tak jarang Jalal sering memeriksa ponselnya atau bertanya ke sekretarisnya, siapa tahu Jodha menghubunginya dan menerima tawaran pekerjaan darinya “Hhhh ... kenapa juga aku nggak minta nomer ponselnya ya kemarin, gadis ini benar benar keras kepala dan mempunyai harga diri yang tinggi, dia tidak mau menyerah begitu saja, tapi sampai kapan dia mampu bertahan ?” bathin Jalal dalam hati, Jalal jadi teringat insiden di pesta pernikahan kedua orangtuanya ketika Jodha pingsan, entah mengapa setiap mengingat ketika menggendong Jodha dalam pelukkannya, Jalal menjadi semakin ingin memiliki Jodha, penolakan dan kata kata Jodha yang pedas membuatnya ingin menaklukkan gadis itu, belum pernah ada satu gadispun yang menolak seperti yang Jodha lakukan, Jalal teringat ketika Jodha mengatakan “Bekerja untukmu menjadi pilihan terakhir buatku, tuan Jalal” Jalal tersenyum nakal dan berkata pada dirinya sendiri “Sampai kapan kamu akan bertahan dengan egomu itu, nona Jodha ... aku yakin suatu saat nanti kamu pasti akan butuh bantuanku dan disaat itu, aku tidak akan melepaskanmu barang sedetikpun !” senyum diwajah Jalal langsung mengembang, ada binar binar kepuasan disana sama seperti ketika dirinya menangani sebuah proyek yang mendapatkan keuntungan berlipat ganda.
Dan hari itupun datang, satu minggu setelah insiden dipesta pernikahan kedua orangtua Jalal. Siang itu Jalal sedang mengadakan meeting dengan beberapa teman sekantornya untuk menangani sebuah proyek prestisius tiba tiba Nadira, sekretaris Jalal mengetuk pintu rapatnya “Yaaa masuk !”, “Maaf, mengganggu ... ada telfon dari nona Jodha disaluran 7, tuan” mata Jalal langsung terbelalak “Puncuk dicinta ulampun tiba !” jeritnya dalam hati “Yaaa, thanks Nadira ... aku akan angkat diruanganku saja, teman teman aku tinggal sebentar ya, aku harus mengurusi klien yang satu ini” bergegas Jalal segera berlari menuju ke ruangannya, tidak dihiraukannya wajah teman temannya yang menatap tingkahnya dengan tatapan yang aneh dan sesampainya diruang kerjanya sendiri, Jalal mencoba mengatur nafasnya dalam dalam, tidak dihiraukannya debaran dalam jantungnya yang dirasa semakin memburu “Hallo ...”, “Hallo ... tuan Jalal, maaf saya mengganggu, dari tadi saya menelfon ke ponsel anda, tapi tidak ada jawaban jadi saya putuskan untuk menelfon anda dikantor” terdengar suara Jodha diujung sana penuh dengan penyesalan “Tidak, tidak apa apa, Jodha ... aku tadi kebetulan sedang kebelakang, jadi nggak tahu kalau kamu menelfon” ujar Jalal sambil melihat keponselnya yang sengaja ditinggalkan dimeja kerjanya itu, sepintas Jalal melihat ada 5 miskol yang masuk dari nomer tidak dikenal “Ada apa ? Ada yang bisa aku bantu ?” sesaat Jodha terdiam tidak langsung menjawab pertanyaan Jalal, Jalal sadar mungkin terlalu berat untuk Jodha mengatakan “Ya tuan Jalal, aku butuh bantuanmu !” Jalal mencoba untuk berimaginasi dengan daya khayalnya. “Tuan Jalal, apakah kita bisa bertemu ?” suara Jodha mulai terdengar kembali “Bertemu ?” bathin Jalal dalam hati “Yesss ! Ini dia yang aku tunggu tunggu !” jerit Jalal girang “Bisa tentu saja bisa, dimana kita akan bertemu ?” Jalal berusaha setenang mungkin menjawab pertanyaan Jodha, agar Jodha tidak bisa mengetahui bagaimana ekspresi kebahagiaannya mendengar permintaan Jodha “Bagaimana kalau di cafe Starbuck yang dekat taman kota, jam 5 sore, anda bisa ?” kembali suara Jodha terdengar merdu ditelinga Jalal “Jam 5 sore ? Aduuh jadwalku hari ini jam 5 sore harus menemui tuan Ibrahim, aaah nggak papa, biar nanti Azis yang akan menemuinya” bathin Jalal lagi, Jalal rela melepas pertemuannya dengan salah satu klien bonafidnya untuk bertemu dengan Jodha, entah mengapa tanpa Jalal sadari, Jalal sudah tergila gila pada Jodha, apapun yang Jodha minta, dirinya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkannya “Baiklah, jam 5 sore di cafe starcbuck dekat taman kota ya, kita akan ketemu disana”, “Baik, tuan Jalal ... terima kasih banyak, sampai ketemu nanti, bye ...” terdengar suara telfon terputus, sesaat Jalal tertegun karena Jodha benar benar to the point tidak ada ucapan basa basi yang disampaikannya, tidak seperti gadis gadis lain yang selalu berusaha ngobrol panjang lebar bila bisa ngobrol dengan Jalal, tapi satu hal yang membuat Jalal semakin bersemangat hari ini adalah pertemuannya nanti sore dengan Jodha ! NEXT